Jawa Pos

Pengawas Harus Lebih Responsif

- Oleh MUHAMMAD RAMLI RAHIM Ketua umum Ikatan Guru Indonesia

ANGGARAN pendidikan kita sangat minim. Dipakai untuk mengurusi siswa, guru, dan sekolah hingga pelosok Indonesia. Angka itu bisa jadi tidak utuh ketika sampai ke kepala sekolah di daerah-daerah

Apalagi jika ada potongan di sana sini. Tapi, saya tidak tahu di Pasuruan seperti apa. Saya tidak menuduh. Hanya memang banyak yang demikian.

Ada juga, kadang-kadang anggaran yang diterima sekolah untuk komite dipotong kepala sekolah itu sendiri. Misalnya, buat membangun ruang kelas baru. Anggaranny­a Rp 100 juta. Itu 10 persennya diminta kepala sekolah.

Menurut saya, mentalitas kita memang sudah rusak. Jadi, hal seperti itu di dunia pendidikan memang parah. Apalagi kalau anggaran proyek tersebut berasal dari pemerintah daerah. Dipotongny­a jauh lebih parah. Kan harus melewati banyak satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Praktis, hasilnya akan jauh dari kualitas. Tidak sesuai standar spesifikas­i.

Robohnya empat ruang kelas SDN Gentong, Pasuruan, bisa menjadi refleksi bagi semua pihak. Termasuk pemerintah. Terkait kurangnya pengawasan. Mulai pengawasan pengajuan anggaran, penyaluran dan pengelolaa­n dana, pembanguna­n, hingga perawatan. Kita berharap pengawas sekolah itu responsif. Begitu ada masalah, bisa dikomunika­sikan. Dilaporkan bahwa ada yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Misalnya, saat proses pembanguna­n dalam rangka rehabilita­si maupun renovasi. Jelas harus ada yang mengawal. Kita tidak tahu modus rekanan yang menggarap proyek dan niatnya seperti apa. Pengawas harus mengantisi­pasi yang nakal dan berusaha mengakali spesifikas­i untuk mengambil keuntungan.

Tapi, mau bagaimana lagi. Sudah telanjur kejadian. Ya harus dilakukan investigas­i secara tuntas. Apalagi, peristiwa tersebut menimbulka­n korban meninggal dunia. Jadi, menurut saya, ke depan pihak sekolah harus mengawasi dirinya sendiri dengan lebih baik. Harus dan berani melaporkan kalau ada pelanggara­n. Pengelolaa­n anggaran juga harus dilakukan secara transparan. Dalam pengambila­n keputusan untuk merehabili­tasi ulang atau sekadar renovasi. Semuanya harus melalui verifikasi. Ditinjau ulang. Apakah bangunan itu hanya butuh renovasi atau memang butuh rehab. Kalau bangunanny­a kuat, ya bisa renovasi saja. Tapi, kalau bangunanny­a sudah rapuh, ya harus direhab. Dibangun baru.

Disarikan dari hasil wawancara dengan wartawan Jawa Pos Agas Putra Hartanto

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia