Netralitas ASN, Politik Uang, hingga Politik Identitas
JAKARTA, Jawa Pos – Bawaslu sedang memetakan potensi kerawanan dalam pilkada 2020 yang akan berlangsung di 270 daerah. Problem netralitas aparatur sipil negara (ASN), politik uang, dan politik identitas diyakini masih berpotensi muncul. Problemproblem itu juga dikhawatirkan memicu konflik.
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja menjelaskan, setiap tahapan dalam pilkada punya potensi kerawanan, bahkan konflik. Mulai tahap pendaftaran, kampanye, pemungutan suara, hingga penghitungan suara yang disusul penetapan pemenang pilkada.
”Salah satu potensi konflik muncul dari relasi kuasa lokal. Itu timbul saat calon kepala daerah yang bertarung adalah petahana atau memiliki relasi khusus dengan kepala daerah,” ujarnya.
Di banyak daerah, lanjut dia, munculnya calon petahana berdampak pada netralitas ASN. Tidak hanya di lingkungan pemkab atau pemkot. Namun, juga menyangkut relasi kuasa petahana dengan TNI/ Polri. ’’Pokoknya, petahana maju itu selalu menjadi perhatian,” ujar Rahmat.
Money politics juga masih menjadi persoalan serius. Karena itu, Rahmat mengimbau parpol mencalonkan sosok yang kredibel dan punya track record bagus sehingga bisa diterima publik. Dengan demikian, calon yang bersangkutan bisa mengedukasi masyarakat dengan model kampanye yang benar. Bukan dengan menyebar uang.
Problem lainnya yang masih potensial muncul adalah politik identitas. Managing Director Paramadina Public Policy Institute Ahmad Khoirul Umam menyampaikan, politik identitas rawan dimainkan untuk mengalahkan kompetitor. ”Politik identitas itu harganya murah. Semua calon ada kecenderungan memainkan isu SARA untuk kalahkan lawan,” ujarnya.
Umam lantas mengungkap beberapa daerah dengan tingkat kerawanan politik identitas. Di antaranya, di wilayah Jawa Barat, sejumlah daerah di Sumatera, serta Indonesia Timur, khususnya Papua, Maluku, dan NTT.