Praktis Menguji Kelarutan Obat
SURABAYA, Jawa Pos – Sistem uji kelarutan obat umumnya dilakukan farmasis secara manual. Penghitungannya membutuhkan waktu yang lama. Ketiadaan sistem alarm dalam penghitungan larutan menjadi kekurangan dari sistem manual tersebut. Itu bisa terjadi karena faktor manusia yang terbatas.
Atas dasar itu, Yuliadi Kurniawan menciptakan alat uji kelarutan otomatis. Mahasiswa Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Surabaya (Ubaya) menjelaskan bahwa alat itu bisa membantu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia dalam menguji kadar zat obat berbentuk tablet yang beredar di masyarakat.
Cara kerja alat itu membutuhkan beberapa komponen pendukung. Di antaranya, wadah pelarut, laptop yang menyimpan basis data, serta mesin pengontrol. Dia mengatakan, alat itu sudah diuji coba di BPOM Surabaya. Ada lima sampel obat yang diuji secara bergantian. ”Farmasis juga melakukan uji manual. Ternyata, hasilnya tidak jauh berbeda. Sistemnya juga lebih praktis,” ujar Yuliadi.
Pembuatan alat itu, kata dia, dimulai sejak April dan selesai dalam waktu empat bulan. Itu merupakan tugas akhirnya untuk mendapatkan gelar strata 1. ”Ide awalnya karena program pengujian sejauh ini bersifat manual dan rentan kesalahan. Jadi, saya buat yang otomatis,” jelasnya.
Yuliadi menerangkan, ada tujuh tahap pengujian alat. Yakni, uji suhu, uji graphical user interface, uji putaran, uji volume, uji hasil kadar larutan obat, uji user, dan uji database. Dari keseluruhan pengujian itu, mekanik pemutar dan pemanas paling susah disempurnakan. ”Butuh sekitar dua minggu hingga berjalan optimal,” jelasnya. Hal itu terjadi karena butuh penyesuaian dengan standar Fermakope.
Susilo Wibowo, dosen pembimbing tugas akhir Yuliadi, menerangkan bahwa kehadiran alat itu diharapkan bisa membantu BPOM atau praktikum laboratorium farmasi dalam menguji standar mutu obat. ”Soal standardisasi juga sudah diuji BPOM. Jadi, terjamin kualitasnya,” ungkapnya.