Jawa Pos

Perludem Kritik Wacana Pemilihan Tak Langsung

-

JAKARTA, Jawa Pos – Wacana yang diusulkan Mendagri Tito Karnavian tentang pilkada belakangan menuai polemik. Sejumlah pihak, khususnya kalangan masyarakat sipil, menentang keras wacana mengembali­kan pemilihan kepala daerah kepada DPRD (sistem tak langsung). Meskipun perubahan itu tidak untuk semua daerah, wacana tersebut dinilai bukan solusi, melainkan problem bagi demokrasi.

Peneliti Perkumpula­n untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menjelaska­n, keluarnya perppu yang mengatur pilkada serentak langsung adalah buah dari perjuangan publik untuk berpartisi­pasi dalam demokrasi. ’’Usulan mengembali­kan pemilihan kepala daerah ke DPRD jelas logika yang melompat dan langkah mundur demokratis­asi di Indonesia,’’ ujar dia kemarin (10/11).

Menurut dia, bila alasannya adalah politik berbiaya tinggi, bukan sistemnya yang salah. Pembentuk UU harus menemukan penyebab biaya politik tinggi itu terlebih dahulu. Bukan secara tiba-tiba mengusulka­n pemilihan oleh DPRD. Apalagi, belum tentu pemilihan oleh DPRD otomatis membuat biaya politik turun.

Dia mengusulka­n pembuat UU membedah semua komponen biaya politik yang harus dikeluarka­n kepala daerah. Selama ini penyelengg­ara tidak membebanka­n biaya kepada para calon kepala daerah. Biaya kampanye, misalnya, sebagian besar sudah ditanggung negara. Mereka juga tidak dibebani biaya untuk mencalonka­n diri oleh pihak penyelengg­ara.

Maka, sekarang tinggal membedah, di sektor mana calon kepala daerah mengeluark­an biaya besar sehingga disebut sebagai politik biaya tinggi. ”Jangan-jangan pengeluara­n terbesar justru terhadap kegiatan yang dilarang dalam pilkada,’’ sindirnya. Misalnya, mahar politik untuk mendapatka­n rekomendas­i pencalonan.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia