Terpacu karena Sempat Diremehkan
Aditya Madya Pamungkas justru menggapai impiannya finis maraton di bawah tiga jam di Jakarta Marathon 2019. Tiga tahun dia mengejar capaian itu.
DUA pekan lalu Aditya Madya Pamungkas alias Dodit kembali mengikuti Jakarta Marathon, salah satu race bergengsi di Indonesia. ’’Jakarta selalu menjadi place
of glory bagi saya,’’ katanya. Saat Jakarta Marathon 2019 pada 27 Oktober lalu, Dodit akhirnya mencapai sub 3. Dia finis dalam waktu 2 jam 59 menit 38 detik.
Impian mencapai sub 3 ada dalam benak Dodit sejak 2017. Dia mengejarnya di Jakarta Marathon 2017. Itu adalah race full marathon
(FM) ketiga baginya saat itu. Dengan capaian waktu yang terus meningkat sejak mengikuti lari jarah jauh pada 2016, Dodit saat itu yakin sekali mencapai sub 3. Target meleset. Dodit finis dengan catatan waktu 3 jam 19 menit 33 detik.
Pria 26 tahun tersebut semula ingin melakukan program sub 3 di Tokyo Marathon 2019. Sayang, Dodit gagal mendapat undian. Padahal, dia sudah dua kali mencoba mendaftar di salah satu race world marathon
majors (WMM) itu. ’’Sebenarnya momennya pas di Tokyo Marathon. Soalnya, pengumumannyakan pas tanggal 3 bulan 3 (tanggal lahir Dodit). Mau birthday run 26 tahun
kan jaraknya 26 mil. Wah, kalau itu tercapai bisa bagus ya ceritanya,’’ candanya.
Berprofesi sebagai running coach yang juga aktif di media sosial, Dodit pernah mendapat slot Berlin Marathon. Tanpa pikir panjang, Dodit menerima tawaran lari dalam salah satu world marathon majors itu. Sayang, hasil di Berlin Marathon 2019 tidak sesuai dengan harapannya. Alumnus Universitas Negeri Jakarta itu finis dalam waktu 3 jam 7 menit 57 detik. Cuaca di Berlin yang kurang bersahabat menjadi problem utama meski Dodit sudah melakukan latihan intensif dan terencana dengan baik.
’’Kita bisa menang dengan mimpi sendiri.
Nggak harus mengalahkan siapa pun. Yang penting mencapai apa yang ingin dicapai. Paling tidak men-challenge diri sendiri agar bisa jadi lebih baik,’’ kata pelatih bersertifikat level 1 IAAF itu.
Di balik semua capaian itu, awalnya Dodit mengikuti maraton untuk bisa mengerti kebutuhan pelari. Sebelumnya, Dodit aktif sebagai atlet lari jarak menengah saat menjadi mahasiswa. Dia gantung sepatu pada 2016 dan memulai karir sebagai pelatih.
Meraih maraton pertamanya dalam waktu4jam,Doditsempatdiremehkan. ’’Saya dengar ada yang bilang, apaan pelatih lari maraton larinya masih kencangan gue. Padahal, itu saya persiapan cuma sebulan. Makin terpacu saya untuk bisa lebih baik,’’ ungkap Dodit.
Kini, setelah terjun sepenuhnya dalam lari jarak jauh, Dodit makin mengerti kebutuhan kliennya karena dirinya juga merasakan. ’’Ketika mencoba sendiri, saya langsung tahu melalui observasi di lapangan tentang apa saja kebutuhannya. Latihannya memang harus tepat sasaran,’’ imbuhnya.