Aiko Sebarkan ”Virus” Daur Ulang Plastik
SURABAYA, Jawa Pos – Mikaela Aiko Hananta termasuk anak kreatif. Dari tangannya, tercipta gelang, bros, bando, tempat pensil, hingga keranjang multiguna dari bahan botol plastik bekas. ’’Semua bagian plastiknya saya manfaatkan. Tidak ada yang terbuang sedikit pun,’’ ujarnya saat ditemui pada Selasa (12/11).
Bocah 10 tahun itu lantas memisalkan tempat pensil yang dibuat dengan menyatukan dua botol. Dua botol tersebut disatukan dengan ritsleting di bagian tengahnya. Lantas, botol itu dihias dengan pita dan mutiara. Tutup botol plastik dibuat menjadi bando dan keranjang serbaguna. Plastik merek botol juga dimanfaatkan menjadi hiasan bentuk bunga. ’’Yang paling susah itu bikin keranjang multiguna. Kalau salah nyusun, harus mengulang dari awal,’’ kata siswa kelas V Sekolah Cita Hati itu.
Berkat hobi tersebut, Aiko menjadi perwakilan sekolahnya dalam pemilihan Putri dan Pangeran Lingkungan Hidup 2019 yang digagas Tunas Hijau Surabaya. Kini dia menjadi finalis 15 besar nomor urut 2. Sabtu (16/11) dia akan bersaing dengan 14 finalis lainnya dalam babak final.
Kepedulian Aiko karena hatinya sudah tergerak melihat binatang laut tewas karena tertelan sampah plastik. Sejak itu, dia rajin mengumpulkan botol plastik. ’’Sudah mengolah lebih dari seribu botol plastik. Lumayan, sudah 150 barang terjual,’’ jelasnya.
Dia juga mengajari anak-anak yang tinggal di kompleks Makam Rangkah mendaur ulang plastik. Selain itu, Aiko mengunjungi Yayasan Pondok Kasih. ’’Ibu-ibu di yayasan itu senang banget diajari membuat jepit dan bando dari botol plastik karena bisa dijual. Pemasukan bertambah,” ungkap Cindy Njoto, sang mama.
Aiko juga sosialisasi ke SMPN 1 dan SDN Sidotopo 2. Aiko juga rajin membuat video campaign soal lingkungan yang diunggahnya di sosial media. Dia berharap apa yang dilakukannya bisa menginspirasi anak-anak lain untuk berbuat hal yang sama. ’’Tidak ada lagi paus yang tertelan botol plastik atau penyu yang hidungnya tersangkut sedotan plastik,’’ ucapnya.
SURABAYA, Jawa Pos – Beberapa jalan protokol masih menjadi lokasi parkir liar. Hal tersebut kerap ditemui di Jalan Diponegoro dan A. Yani. Meski Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya sudah melakukan patroli intensif, masih banyak warga yang melanggar.
Parkir liar terjadi siang. Banyak alasan yang diungkapkan pengendara. Misalnya, kurangnya tempat parkir di tempat usaha. ”Lebih simpel saja, nggak perlu repot jauh-jauh,” ucap Subekti, pengendara yang nekat parkir liar di Jalan Diponegoro kemarin (13/11).
Pria 45 tahun itu mengerti bahwa apa yang dilakukannya tersebut melanggar. Apalagi, rambu larangan parkir terpampang jelas di samping mobilnya. Bekti beralasan, parkir di dekat lokasi membuatnya tak perlu untuk berjalan jauh. ”Apalagi, Jalan Diponegoro arus lalu lintasnya padat,” tambahnya.
Dari pantauan Jawa Pos kemarin, ada beberapa lokasi parkir liar di Jalan Diponegoro. Sebagian besar kendaraan terparkir di bahu jalan karena kurangnya lahan parkir di tempat usaha atau ruko. Kondisi itu berimbas pada kemacetan lalin.
Pemandangan yang sama ditemui di Jalan A. Yani, tepatnya sebelum pertigaan arah Ketintang. Di sana, terdapat lima mobil yang terparkir rapi di samping rambu huruf P dicoret.
Kasi Pengawasan dan Pengendalian Lalu Lintas Dishub Surabaya Soesandi Ismawan menyatakan, ada empat titik yang sering dipakai tempat parkir liar. Yakni, Jalan A. Yani, Diponegoro, Jemursari, dan sekitar Jembatan Ujung Galuh (Jalan Darmokali). ”Tadi pagi (Rabu) petugas sudah menderek mobil di sana (Jembatan Ujung Galuh),” ucapnya.
Menurut Sandi, kendaraan yang diparkir liar itu bisa terjadi sewaktu-waktu. Namun, yang
Jalan Plaza Boulevard
Jalan Diponegoro
Jalan A.Yani
Jalan Jemursari
Jalan Darmokali (sekitar Jembatan Galuh)
Total penindakan gembok selama Agustus–Oktober:
Roda dua: 36 tindakan
Roda empat: 57 tindakan jelas, petugas sering menemukan mobil yang parkir liar pada pagi dan siang. ”Kami akan lebih intensifkan patroli,” paparnya.
Ada tambahan tiga mobil derek untuk patroli. Selain untuk menderek mobil yang parkir liar, kata Sandi, tow car dolly mampu membantu untuk mengevakuasi kendaraan jika terjadi kecelakaan. Saat menderek pun, tak perlu khawatir bumpernya akan rusak.
Sandi menambahkan, beberapa titik rawan pelanggaran itu menjadi fokus perhatiannya. Meski begitu, parkir liar di wilayah pusat dinilai menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. ”Ini karena adanya sanksi bagi pelanggar yang cukup berat. Selain mobil mereka diderek, mereka harus membayar denda sekitar Rp 500 ribu,” paparnya.
Keberadaan park and ride baru juga mampu mengurangi parkir liar. Untuk menekan mobil yang parkir sembarangan, dibutuhkan dukungan dari semua pihak. Termasuk pemilik usaha untuk bisa memberikan lokasi bagi customer-nya. ”Dampak parkir liar bukan hanya kemacetan, melainkan juga kecelakaan. Parkir liar juga menggunakan hak para pesepeda. Jalurnya pasti digunakan untuk parkir,” imbuhnya.