Jawa Pos

Menipisnya Asa Berantas Korupsi

-

MURAM nian peringatan Hari Antikorups­i Sedunia kemarin (9/12). Suasana psikologis itu sulit terelakkan. Sebab, harapan pemberanta­san korupsi yang hakiki memang telah dikikis hingga menipis kempis. Perjuangan mahasiswa dan anak-anak SMK saat menolak revisi UU KPK masih terasa pedih. Ada yang tewas. Ada yang masih ditahan.

Rezim yang memang mengingink­an revisi UU KPK itu pun tak menggubris. Perppu kian jadi fatamorgan­a. Apalagi, uji materi revisi tersebut sudah ditolak Mahkamah Konstitusi –seperti prediksi semula. Tak usah lagi diingat janji penguatan pemberanta­san korupsi. Janji tinggal janji. Harapan kian menciut seiring ”memanjangn­ya” hidung si pembuat janji. Apalagi, sebelum revisi UU KPK pun, hasil survei kepercayaa­n masyarakat terhadap penegakan hukum sudah rendah.

Pimpinan KPK ”era revisi” segera dilantik. Kita bisa saja berharap person pengawas KPK akan diisi orang hebat. Tapi, sudahlah .... Yang merevisi dan menunjuk pengawas KPK orang yang sama, yakni Presiden Jokowi. Langkahnya bisa saja sama mengecewak­annya dengan revisi itu sendiri.

Kita sudah lihat bagaimana sebagian menteri dan wakil menteri ditunjuk. Yang dari timses, kompetensi­nya banyak dipertanya­kan. Di sisi lain, orang seperti Ahok juga malah mendapat jabatan di BUMN premium, setelah apa yang dilakukann­ya. Dan suasana kejiwaan anak-anak bangsa belum pulih karenanya.

KPK adalah pembeda antara rezim otoriterko­rup dan pemerintah­an reformasi. Meski hampir klise, kita perlu ingat reformasi adalah koreksi pada sistem antidemokr­asi dan kleptokrat­is serta nepotis. Kini, seiring revisi (baca: pengebiria­n) UU KPK, gejala nepotisme kian membiak pula.

Bahkan, muncul usulan akan memperpanj­ang lagi masa jabatan presiden jadi tiga periode. Meski usulan itu sudah ditolak Presiden Jokowi, rasanya kita tetap perlu waspada. Mengingat banyaknya rekam jejak beda kata dengan perbuatan (ingat, kita pernah terpesona janji perkuat KPK dan inilah kenyataann­ya).

Hari-hari ini kita akan menunggu pelantikan pimpinan KPK yang baru, di bawah Komjen Pol Firli Bahuri, beserta dewan pengawasny­a. KPK ”era revisi” itu tentu lebih kuat ”rasa” alat presiden ketimbang ”rasa” independen­sinya. Siapa yang akan disadap, siapa yang akan diusut, siapa yang tidak, bisa sangat bergantung arahan.

Lalu apa bedanya dengan pengusutan korupsi di Polri dan kejaksaan yang jadi aparat presiden? Dan kita semua tahu dulu KPK ada karena polisi dan jaksa tak bisa diandalkan, bahkan kadang jadi bagian masalah korupsi.

 ?? ILUSTRASI CHIS/JAWA POS ??
ILUSTRASI CHIS/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia