Persaingan Kian Ketat, Kolaborasi Jadi Kunci
Tantangan bisnis yang dihadapi bank perkreditan rakyat (BPR) ke depan kian berat. Persaingan pun makin ketat. Kolaborasi menjadi kunci pertumbuhan bagi bank yang menyasar sektor mikro tersebut.
SEKTOR mikro mempunyai daya tarik yang besar bagi industri keuangan. Bukan hanya BPR, bank umum dan perusahaan financial technology (fintech) juga menyasar sektor tersebut. BPR pun menghadapi persaingan bisnis yang ketat. Misalnya, bank umum yang bisa memberikan kredit usaha rakyat (KUR) kepada nasabah hingga ke pelosok desa.
Belum lagi, ekspansi fintech
makin luas. Itu didukung dengan penyaluran kredit yang sangat mudah. Untuk menghadapi tantangan itu, BPR harus makin terbuka dengan para pesaing. ’’Jadi, kerja sama dengan mereka,’’ ujar Ketua Perhimpunan BPR Indonesia (Perbarindo) Jatim Sujatno. Kerja sama itu terutama mengenai penyaluran kredit yang dikerjasamakan dengan fintech.
BPR dapat menjadi investor di fintech jenis peer-to-peer (P2P) lending. Jadi, dana yang dimiliki BPR dapat lebih tersalurkan. Kerja sama dengan fintech tersebut penting, Sebab, infrastruktur yang dimiliki fintech jauh lebih
Pertumbuhan kredit mumpuni jika dibandingkan dengan BPR.
Sementara itu, perubahan teknologi menawarkan pencairan kredit yang cepat dan mudah kepada nasabah. ’’Kalau tidak mumpuni dari segi ini, BPR bisa memanfaatkan fintech,’’ ujarnya.
Kemudian, dengan bank umum, BPR dapat meminjam dana ketika kekurangan likuiditas. Hal itu
(yoy)
Dana pihak ketiga (DPK)
triliun biasa dilakukan sejak dulu. Namun, bagi Sujatno, likuiditas BPR sebenarnya tidak sulit. Justru, lebih sulit menyalurkan dana ketimbang mengumpulkannya. Sebab, persaingan dari sisi pricing dengan KUR sangat nyata. Bunga KUR yang tadi 9 persen turun menjadi 7 persen, lalu 6 persen.
BPR biasanya memberikan bunga yang lebih tinggi, bergantung setiap kemampuannya. Fintech biasanya memberikan bunga kredit yang tinggi. Namun, fintech mempunyai keunggulan dalam bidang IT dan kecepatan pemrosesan kredit. Tantangan lain ke depan adalah kekuatan permodalan bank. Merger BPR tak bisa dihindari. Sebab, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sudah mengarahkan BPR agar makin sering melakukan merger. Semakin banyak BPR yang merger, semakin baik aspek permodalan BPR. Hal tersebut juga perlu dilakukan untuk menghindari permasalahan bank karena permodalannya lemah.
’’Merger itu bukan hal yang tabu dan bukan mustahil. Ke depan akan makin banyak, misalnya 1–3 bank, bergabung jadi satu,’’ tutur Sujatno. Meski persaingan ke depan kian ketat, dia optimistis bisnis BPR akan tetap tumbuh positif. Justru, aksi merger akan makin mendorong pertumbuhan itu. Ke depan, BPR tetap ada dan punya potensi untuk terus tumbuh. Sebab, BPR mengenal komunitas masyarakat dengan baik.
Hubungan yang dekat dengan masyarakat itu bisa diperkuat sambil tetap menjalin kerja sama dengan pelaku industri keuangan yang lain. Di samping itu, peningkatan kualitas SDM BPR juga perlu ditingkatkan agar tidak kalah dengan SDM di bank umum maupun fintech.