Tahun Depan Perekonomian Tetap Menantang
JAKARTA, Jawa Pos – Perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok masih berlanjut sampai tahun depan. Karena itu, meski tidak terdampak langsung, Indonesia perlu mempersiapkan kebijakan yang sifatnya antisipatif. Dengan demikian, stabilitas perekonomian terjaga.
”Jadi, ketika perekonomian sedang booming, Indonesia tidak terlalu merasakan dampaknya. Begitu juga sebaliknya, ketika ekonomi global melambat, dampaknya juga tidak terlalu besar,” ujar Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara kemarin (9/12).
Pada 2020, menurut dia, perekonomian Tiongkok masih fluktuatif. Sementara itu, perekonomian Eropa juga belum akan membaik. Apalagi, Inggris masih belum beres soal British Exit alias Brexit. Karena itu, perekonomian Indonesia juga akan menantang. Akibat perang dagang, pertumbuhan ekonomi global tahun ini diproyeksikan hanya tumbuh 3 persen dan pertumbuhan perdagangan bakal sekitar 1,1 persen saja.
Kini pemerintah sedang menyiapkan dua undangundang omnibus law. Yakni, UU Perpajakan dan UU Cipta Lapangan Kerja. Pemerintah berharap pertumbuhan perekonomian Indonesia tahun ini masih bertahan pada angka 5 persen.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Endy Dwi Tjahjono optimistis perekonomian Indonesia membaik tahun depan. ”Pada 2019 ini pertumbuhan ekonomi mencapai 5,1 persen. Dan, pada 2020 kita proyeksikan pada kisaran 5,1–5,5 persen,” jelasnya dalam pelatihan BI di Labuan Bajo kemarin.
Chief Economist Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto sepakat dengan prediksi Endy. Dia yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan bisa mencapai 5,2 persen. Sebaliknya, inflasi diperkirakan lebih rendah daripada tahun ini. Yakni, pada kisaran 3 persen. ”Inflasi rendah memang karena upaya TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) dan TPIN (Tim Pengendali Inflasi Nasional), bukan daya beli menurun,” jelasnya.