Tunggal Putra Sengit, Ganda Campuran Berat
GUANGZHOU, Jawa Pos – Kenangan pahit dari BWF World Tour Finals 2018 masih membekas hingga kini. Saat itu tidak ada satu pun wakil Indonesia yang lolos dari penyisihan grup di semua sektor. Bahkan, yang menjadi andalan seperti The Minions harus retired karena Marcus Fernaldi Gideon mengalami cedera.
Tahun ini peluang untuk memperbaiki raihan tersebut wajib dimanfaatkan semaksimal-maksimalnya. Dari hasil drawing, tunggal putra memiliki tantangan berat. Jonatan Christie bersama Kento Momota, Anders Antonsen, dan Wang Tzu Wei berada dalam satu grup (A). Sementara itu, Anthony Sinisuka Ginting berada di grup B bersama Chou Tien Chen, Chen Long, dan Viktor Axelsen. Untuk lolos dari penyisihan grup, Jojo dan Ginting wajib finis di urutan dua besar.
Debut Jojo dalam turnamen ini juga cukup berat. Momota dan Wang Tzu Wei jelas merupakan pesaing yang sangat berat. Sementara itu, Ginting juga harus beradu dengan Viktor Axelsen dan Chou Tien Chen yang tak kalah ganasnya. Melihat hasil drawing, Ginting mengatakan cukup familier dengan lawan-lawannya itu karena sering bertemu dalam turnamen. Meski begitu, mengalahkan mereka tetap tidak akan mudah. ’’Catatan head-to-head sebetulnya nggak bisa dijadikan patokan untuk menang atau kalah. Apalagi sekarang kekuatan dan persaingannya sudah sangat merata,’’ kata Ginting seperti dikutip dari rilis PBSI.
Sementara itu, hasil drawing tidak menguntungkan juga berlaku pada sektor ganda campuran. Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti dan Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja berada di grup B bersama Zheng Siwei/Huang Yaqiong dan Yuta Watanabe/Arisa Higashino. BWF World Tour Finals 2019 akan berlangsung 11–15 Desember.
LAUSANNE, Jawa Pos – Lagi-lagi Rusia dihantam sanksi berat akibat kasus skandal doping yang terbongkar lima tahun silam. Badan Antidoping Dunia (WADA) kemarin, dengan keputusan mayoritas, menjatuhkan sanksi larangan bagi Rusia untuk mengikuti maupun menyelenggarakan berbagai event olahraga internasional hingga empat tahun ke depan.
Keputusan itu diketok dalam rapat Komite Eksekutif WADA yang berlangsung di Lausanne, Swiss. Akibat sanksi tersebut, bendera maupun lagu kebangsaan Rusia tidak akan diperbolehkan manggung di event-event mayor macam Olimpiade Tokyo 2020 maupun Piala Dunia Qatar 2022. Hak Rusia untuk mengajukan diri menjadi tuan rumah event-event mayor juga ditangguhkan selama periode sanksi berlaku. Artinya, Rusia akan melewatkan bidding untuk menyelenggarakan Olimpiade dan Paralimpiade 2032.
WADA memberikan waktu 21 hari bagi Rusia untuk mengajukan banding terkait sanksi itu. Jika jalur tersebut ditempuh, keputusan itu akan diuji di Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS). Dalam keterangan resminya, WADA menyebut hukuman itu dijatuhkan setelah Badan Antidoping Rusia (RUSADA) terbukti memanipulasi data laboratorium yang mereka serahkan kepada penyidik WADA Januari lalu.
Saat itu, Rusia sedang menjalani proses pemulihan pascasanksi. Kala itu Rusia baru saja selesai menjalani skors akibat skandal doping yang mereka jalani sejak 2015. Salah satu syarat pemulihan tersebut, RUSADA memang harus menyerahkan dokumen laboratorium yang bertanggal Januari 2012 sampai Agustus 2015 kepada WADA.
Dokumen memang telah diberikan. Namun, setelah dipelajari, ternyata ada beberapa poin yang sengaja dihapus atau dihilangkan. Hal itu terungkap setelah WADA membandingkan dokumen yang mereka miliki dari sejumlah whistle-blower (atletatlet Rusia yang mengungkap skandal doping sistematis) dengan dokumen yang mereka terima dari RUSADA. ’’Rusia telah diberi kesempatan sangat besar untuk kembali ke komunitas antidoping dunia. Namun, yang mereka lakukan malah melanjutkan penipuan itu,” ucap Sir Craig Reedie, presiden WADA, dilansir BBC.
Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev menuduh bahwa sanksi tersebut jelas-jelas bentuk dari sentimen anti-Rusia yang sudah dalam tahap kronis. ’’Memang, masalah doping tetap ada di Rusia. Maksud saya di dalam masyarakat olahraganya. Tetapi, di sisi lain, fakta bahwa semua sanksi ini diulang-ulang justru berdampak buruk pada atlet yang pernah dihukum sebelumnya,’’ ujarnya seperti dilansir BBC.