Kampanye di Media Dinilai Lebih Efektif
SURABAYA, Jawa Pos – Aturan tentang iklan kampanye pemilu tidak dipahami dengan detail oleh peserta Pemilu 2019. Akibatnya, mereka punya kekhawatiran berlebihan untuk muncul di media-media arus utama.
Hal tersebut menjadi salah satu catatan yang muncul dalam rapat evaluasi Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilu 2019 yang diselenggarakan Bawaslu Jawa Timur di Hotel Majapahit mulai Minggu (8/12) hingga kemarin (9/12). Diskusi tersebut melibatkan Bawaslu dari 38 kabupaten atau kota, KPU 38 kabupaten atau kota, dan perwakilan media dari masing-masing daerah.
Anggota Bawaslu Jawa Timur Aang Kunaefi menuturkan, dari hasil evaluasi dan diskusi dengan berbagai pihak, alat peraga kampanye (APK) memang didorong untuk dikurangi. Sebab, semakin banyak dampak negatifnya. ”Pilkada 2020 nanti juga berbarengan dengan musim hujan. APK rawan roboh. Juga kaitannya dengan kampanye antiplastik,” jelas Aang.
Selain itu, dari hasil evaluasi, APK dianggap kurang efektif. Lebih efektif berkampanye di media. ”Dari segi pengawasan juga lebih mudah. Kalau APK, yang terjadi di lapangan kadang bersitegang dengan pemasang APK,” jelas dia.
Sementara itu, anggota KPU Jawa Timur Gogot Cahyo Baskoro mengungkapkan, pada rangkaian Pemilu 2019, ada kekhawatiran berlebihan dari para peserta pemilu untuk berkampanye di media. Sebab, mereka khawatir didiskualifikasi bila kampanye di luar jadwal. Padahal, kampanye itu harus memenuhi tiga unsur sekaligus atau kumulatif. Yakni, lambang, tanda gambar atau citra diri, dan nomor urut. ”Media bisa bekerja sama dengan peserta kandidat untuk memublikasikan dirinya tanpa harus melakukan pelanggaran,” ungkap dia.
KPU, menurut dia, membuka ruang seluas-luasnya kepada media dan para kandidat untuk publikasi diri. Yang terpenting tidak melakukan tiga unsur kampanye itu sekaligus.