Ada BGS, Tujuh Desa Kesulitan Air Tawar

GRESIK, Jawa Pos – Bendung Gerak Sembayat (BGS) sudah beroperasi lebih dari dua tahun. Namun, sejauh ini manfaat yang dirasakan belum maksimal. Salah satunya untuk kebutuhan irigasi. Para petani di sejumlah desa setempat belakangan malah mengalami kesulitan air setelah BGS beroperasi.

Perwakilan warga dari wilayah Kecamatan Bungah juga menyampaikan keluhan itu ke DPRD Gresik. Kemarin (9/12) keluhan tersebut ditindaklanjuti. Bersama sejumlah anggota, Wakil Ketua DPRD Asluchul Alif meninjau area BGS. Selain itu, mereka mendatangi beberapa desa yang mengalami kesulitan air pasca beroperasinya BGS.

Berdasar penuturan warga, setelah BGS beroperasi, distribusi air tawar dari Bengawan Solo ke area pertanian di sepanjang aliran sungai tidak merata. Area pertanian di desa-desa sebelah barat BGS relatif aman atau tidak ada masalah. Sawah-sawah mendapat aliran air tawar. Yang bermasalah ada di kawasan pertanian di desa-desa sebelah timur BGS. Para petani tidak bisa mengakses air tawar dari Bengawan Solo. Terutama untuk petani di sisi utara tanggul sungai.

Kok bisa? Penyebabnya, air di bantaran sungai sisi timur BGS terasa asin karena berdekatan dengan laut. Akibatnya, air yang masuk ke sawah warga adalah air asin. ’’Ketika musim hujan, relatif tidak ada masalah karena air Bengawan Solo tawar semua. Tapi, ketika musim kemarau, air Bengawan Solo di sisi timur BGS menjadi asin,’’ kata salah satu petani.

Dari laporan warga, setidaknya ada tujuh desa yang mengalami masalah tersebut. Semua berada di Kecamatan Bungah. Yakni, Sidomukti, Mojopurowetan, Mojopurogede, Melirang, Masangan, Sukowati, dan Bungah.

Menurut Alif, salah satu yang akan diupayakan adalah pembangunan saluran distribusi baru. Dengan demikian, air tawar dari Bengawan Solo bisa mengalir ke sasaran. ’’Langsung kami komunikasikan ke dinas PUTR (pekerjaan umum dan tata ruang) agar dikoordinasikan dengan BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) Bengawan Solo,’’ paparnya.