Penggugat: UU KPK Cacat Prosedur
Sidang Perdana Uji Formil di Mahkamah Konstitusi
JAKARTA, Jawa Pos – Gugatan uji formil UU KPK yang dilayangkan tiga pimpinan KPK bersama para figur senior pemberantasan korupsi mulai disidangkan kemarin (9/12). Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pendahuluan untuk mendengarkan permohonan yang diajukan 13 pemohon dan 39 kuasa hukum.
Juru bicara kuasa hukum para pemohon, Feri Amsari, menjelaskan bahwa para pemohon memiliki kedudukan hukum. Mereka adalah warga negara yang seharihari bergelut dalam bidang sosial kemasyarakatan, khususnya isu pemberantasan korupsi. Termasuk tiga pimpinan KPK. ’’Mereka adalah pihak-pihak yang betulbetul merasakan dampak dari diberlakukannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019,’’ terangnya.
Uji formil tersebut didasarkan pada tidak terpenuhinya syarat pembentukan sebuah UU yang diatur dalam UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Salah satunya sidang paripurna yang tidak kuorum saat memutuskan RUU KPK menjadi UU. ’’Terdapat sekitar 180 anggota DPR yang tidak hadir dan menitipkan absennya,’’ lanjutnya.
Kuasa hukum lainnya, Muhammad Isnur, menjelaskan bahwa UU tersebut tidak masuk Prolegnas Prioritas 2019. Pembahasannya tidak transparan. Publik sulit mengakses RUU dan naskah akademiknya. Pembahasan juga tidak partisipatif. Karena itu, tuntutan atau petitum yang diajukan adalah membatalkan UU tersebut karena cacat prosedur.
Sementara itu, tiga hakim panel; yakni Arief Hidayat, Saldi Isra, dan Wahiduddin Adams; mempertanyakan kedudukan hukum para pemohon. Sebab, dalam permohonan tidak ada penjelasannya. ’’Masing-masing orang itu harus dijelaskan secara berbeda, apa kerugian konstitusionalnya sehingga menjadi pemohon,’’ ujar Saldi.
Menurut dia, penjelasan itu penting sebagai bukti bahwa para pemohon memang punya alas hak untuk menggugat. Apabila kerugian konstitusionalnya tidak jelas, permohonan bisa berhenti di legal standing. Tiga pimpinan KPK, misalnya, bukan lagi pimpinan pada 21 Desember mendatang. Apabila memosisikan sebagai pimpinan, ada peluang permohonan tersebut ditarik pimpinan baru.
Selain itu, Saldi meminta para pemohon memberikan bukti yang lebih kuat. Apabila hanya berasal dari potongan berita untuk bukti kuorum, Saldi mengingatkan bahwa potongan berita adalah bukti tersier. ’’Tolong dicarikan bukti yang tingkat akurasinya itu lebih bisa dipercaya,’’ lanjutnya. Akan ada pihak lain pula yang diperintah MK untuk mencarikan bukti. Namun, prinsipnya, siapa yang mendalilkan, dia yang membuktikan.
Sementara itu, Ketua Panel Arief Hidayat membuka peluang penggabungan sidang bersama perkara-perkara lain yang isinya sama. Saat ini prosesnya sampai sidang pleno. KPK juga sudah mengajukan diri sebagai pihak terkait. ’’Nanti kami laporkan kepada RPH (rapat permusyawaratan hakim) apakah ini digabung atau tidak,’’ katanya.
Arief juga meminta ada perbaikan logika. Dalam posita alias alasan permohonan disebutkan, UU KPK cacat prosedur dan tidak memenuhi sejumlah hal di UU 12/2011. Dia meminta ada penjelasan bagaimana prosedur yang benar dalam pembentukan UU.
Setelah sidang, Feri Amsari menyatakan, pihaknya akan memberikan penjelasan detail dalam perbaikan permohonan. Khususnya kerugian konstitusional para pemohon. ’’Kami dikejar oleh waktu karena pengujian formil hanya dibatasi 45 hari (setelah regulasi diundangkan),’’ terangnya.
Mengenai alat bukti, pihaknya memang mengalami kendala. Khususnya yang menunjukkan bahwa sidang paripurna tidak kuorum. Pihaknya juga sudah berupaya meminta kepada DPR, tapi belum mendapat tanggapan. ’’Kalau DPR ngasih itu kan artinya mereka bunuh diri,’’ candanya. Karena itu, dia berharap hakim bisa memaksa DPR untuk menghadirkan bukti primer.
Feri juga kembali mengklarifikasi status pimpinan KPK sebagai pemohon. Dia memastikan bahwa tiga pimpinan KPK mengajukan permohonan sebagai warga negara. Kebetulan, pekerjaannya saat ini adalah pimpinan KPK. ’’Ini perseorangan, bukan KPK-nya,’’ lanjutnya.
Dia juga memohon kepada MK agar sidang perkara tersebut dipisah dari perkara-perkara yang lebih dahulu ada. Khususnya karena para senior dan pimpinan KPK mempunyai sejumlah hal urgen yang hendak disampaikan di muka persidangan.
Mantan Wakil Ketua KPK M. Jasin selaku pemohon menjelaskan, dirinya menjadi bagian dari masyarakat yang konsisten mengampanyekan perilaku antikorupsi kepada generasi muda. ’’Sebagai orang yang ikut menyuarakan program nasional pemberantasan korupsi, tapi ternyata di dalam undang-undangnya tidak betul-betul mau memberantas korupsi,’’ ucapnya.