Lima Masukan SBY untuk Pemerintahan Jokowi
JAKARTA, Jawa Pos – Momen akhir tahun dimanfaatkan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk memberikan saran kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ada lima persoalan yang dijadikan bahan masukan. Mulai pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan lapangan kerja, daya beli dan perlindungan sosial untuk rakyat, kebijakan fiskal (termasuk utang negara), hingga rencana pemindahan ibu kota negara.
Lima masukan itu disampaikan SBY dalam pidato refleksi akhir tahun di Jakarta Convention Center (JCC),
Senayan, Jakarta Pusat, kemarin (11/12). Soal pertumbuhan ekonomi, SBY menyarankan dua langkah besar. Yang pertama, investasi dunia usaha harus ditingkatkan. Usaha swasta perlu mendapat peluang bisnis yang lebih besar. ”Yang kedua, pembelanjaan konsumen harus dijaga dan kalau bisa ditingkatkan. Baik belanja pemerintah maupun konsumsi rumah tangga,” tuturnya.
Politikus kelahiran Pacitan itu juga menyoroti masalah tenaga kerja. Menurut SBY, sekitar 28,4 juta pekerja di Indonesia adalah tenaga kerja paro waktu. Sementara yang berkategori setengah menganggur sekitar 8,14 juta. Jadi, total jumlahnya 36,5 juta orang. Tentu itu merupakan angka yang besar. ”Demokrat berharap pembangunan infrastruktur dengan anggaran yang sangat besar saat ini dapat menciptakan lapangan kerja yang jauh lebih banyak,” ujar dia.
Masukan selanjutnya terkait dengan daya beli dan perlindungan sosial untuk masyarakat. SBY mengatakan, ada dua cara untuk meningkatkan penghasilan dan daya beli rakyat. Yang pertama adalah melalui mekanisme ekonomi dengan meningkatkan pertumbuhan dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. Kedua, bagi mereka yang benar-benar mengalami kesulitan dalam kehidupan rumah tangganya, pemerintah perlu memberikan bantuan.
Masukan yang keempat terkait dengan kebijakan fiskal, termasuk utang negara. SBY mengingatkan, Indonesia akan menghadapi risiko ekonomi pada tahun depan. Jika tekanan terhadap ekonomi Indonesia cukup berat, risiko pelarian modal ke luar negeri (capital outflow) sangat mungkin terjadi. ”Menambah utang baru tentu bukan satusatunya solusi,” ucap mantan presiden RI (periode 2004–2014) tersebut.
Mengenai rencana pembangunan ibu kota negara, ayah dua anak itu mengingatkan bahwa perkembangan ekonomi global saat ini tidak menggembirakan. Ekonomi Indonesia juga menghadapi tekanan. Karena itu, perencanaan dan kesiapan harus paripurna. ”Memindahkan dan membangun ibu kota baru adalah sebuah megaproyek. Tidak boleh meleset dan harus sukses,” tegas dia.