Warga Siap Lapor ke Polisi
SURABAYA, Jawa Pos – Masih ada anggota dewan yang merangkap sebagai ketua RT, RW, dan LPMK. Dua di antaranya adalah Wakil Ketua DPRD Surabaya A.H. Thony dan anggota Komisi A DPRD Surabaya Tri Didik Adiono.
Ketua Komisi A DPRD Surabaya Pertiwi Ayu Khrisna mengatakan malu jika masih ada anggota dewan yang melanggar ketentuan tersebut. Sebab, dewanlah yang membuat perda itu. ”Masak dilanggar-langgar sendiri,” kata politikus Golkar itu saat mengundang asisten pemerintahan, kepala bagian pemerintahan, dan kepala bagian Pemkot Surabaya Senin (9/12).
Pernyataan tersebut didengar Tri Didik Adiono dan A.H. Thony yang hingga kini merangkap sebagai ketua RW. Saat rapat di ruang komisi A, Didik tidak ada. Namun, dia
Perda Nomor 4 Tahun 2017 dan Perwali Nomor 29 Tahun 2019 melarang anggota parpol merangkap RT, RW, dan LPMK. Faktanya, masih banyak pengurus partai, bahkan anggota dewan yang tetap merangkap sebagai pengurus tiga lembaga kemasyarakatan itu. Syarat tersebut sebenarnya bisa diakali dengan membuat surat pengunduran diri sebagai anggota parpol meski yang bersangkutan tetap aktif di partai.
menegaskan akan taat aturan. ”Tak siapkan suratku untuk mundur,” ujar pria yang terpilih lagi sebagai ketua RW 1, Kelurahan Alun-Alun Contong, tersebut.
Didik menerangkan bahwa semua RT menginginkan dirinya tetap menjadi ketua RW. Tak ada yang mau menggantikannya. Karena itu, dia terpaksa menjabat lagi meski tahu bahwa hal tersebut melanggar aturan.
Karena jadi ramai, Didik akhirnya memutuskan untuk mundur. Dia meminta wakilnya untuk bersedia menggantikannya. Namun, dia berjanji tetap membantu
Kekuatan parpol ditunjukkan dari banyaknya RT, RW, dan LPMK yang dikuasai.
Komisi A DPRD Surabaya meminta camat dan lurah tidak melantik calon terpilih yang melanggar ketentuan. Jika sudah telanjur dilakukan pelantikan, bisa dianulir. semua kegiatan dan pelayanan RW. ”Nanti bisa jadi pembina. Yang penting bukan ketua, sekretaris, atau bendahara,” kata politikus yang juga penyanyi rock itu.
Hal yang sama terjadi pada politikus PDIP lain. Budi Leksono diminta warga RW 2 Kelurahan Jepara untuk tetap menjabat. Bahkan, ketua RT setempat mengancam mundur jika dia tak mau menjadi ketua RW. Namun, Budi akhirnya menerangkan kepada warga bahwa secara aturan anggota dewan tak diperbolehkan merangkap jabatan.
Larangan itu bukan tanpa alasan. Anggota dewan bisa menyalurkan anggaran jaring aspirasi masyarakat (jasmas) ke RT, RW, dan LPMK. Jika ada rangkap jabatan, anggota dewan bisa dengan leluasa melayani kepentingannya sendiri alias self-dealing. Potensi korupsi bisa terjadi.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Surabaya A.H. Thony belum bisa sepenuhnya melepas jabatan tersebut. Menurut dia, kasus yang terjadi di tempatnya berbeda dengan yang lainnya. ’’Ada masalah sengketa tanah yang dipicu keputusan jajaran pemkot. Kalau ada warga yang mau, berani, dan sanggup ya monggo. Saya malah senang,” katanya.
Kasubbag Otonomi Daerah Kota Surabaya Muhammad Zulchaidir menjelaskan, semua ketentuan yang diatur dalam perda dan perwali sudah jelas. Tak ada kompromi untuk anggota dewan dan parpol yang merangkap jabatan di tiga lembaga kemasyarakatan itu. ’’Di aturan sudah sangat jelas dan tidak bisa ditawar,” tegasnya.
WARGA RW 10 Manukan Kulon mendatangi rumah anggota Komisi A DPRD Surabaya Mochamad Machmud. Mereka mengadu karena RW lama terpilih untuk kali keempat. Padahal, ketua RW tidak boleh menjabat lebih dari dua periode bila ada calon lain yang mau menggantikannya.
’’Calon yang kami mau tidak diloloskan sama panitia 3. Katanya, gak sesuai persyaratan,’’ ungkap Faujim, ketua RT 2, RW 10, kemarin (11/12).
Calon yang dikehendaki warga tersebut dianggap jarang berada di RW 10 karena tidak menetap di sana. Menurut dia, alasan itu hanya dibuat-buat. Calon yang dikehendaki mayoritas RT sudah memenuhi seluruh persyaratan dalam Perwali Surabaya Nomor 29 Tahun 2019.
Ada delapan RT di RW tersebut. Lima RT menghendaki calon yang tidak diloloskan panitia tersebut. Karena itulah, mereka tidak mau
Anggota Komisi A DPRD Surabaya
memilih. Calon pertama meraup dua suara. Calon kedua mendapat satu suara. Meski yang memilih hanya tiga RT, pemilihan tersebut tetap disahkan.
Faujim sudah mengadu hingga ke Kecamatan Tandes. Namun, camat dan lurah mengembalikan keputusan ke panitia. ’’Karena itulah, kami datang ke Pak Machmud. Sebab, diskusi hingga di kecamatan tak ada hasilnya,’’ ujar Faujim.
Machmud merasa ada yang tidak beres dengan pemilihan tersebut. Dia menyarankan agar camat memberikan intervensi lebih. Sebab, berdasar fakta, mayoritas RT tidak menginginkan sosok RW yang terpilih tersebut. ’’RW kan namanya rukun warga. Nah, kalau tidak rukun begini, bagaimana?’’ tegas politikus Demokrat tersebut.
Warga berencana melaporkan panitia 3 ke polisi gara-gara persoalan tersebut. Machmud meminta warga mengedepankan musyawarah. Menurut dia, problem di tingkat RW seharusnya tidak sampai dibawa ke polisi. ’’Makanya, ayo ini diberesi bareng-bareng biar ketemu masalahnya apa,’’ tutur mantan ketua DPRD Surabaya tersebut.
Makanya, ayo ini diberesi barengbareng biar ketemu masalahnya apa.’’