Mapping ke Multievent Berikutnya Harus dari Sekarang
Ketua Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia; Pengajar Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta
PERHELATAN SEA Games 2019 di Filipina telah selesai. Seperti kita ketahui, tuan rumah kukuh di peringkat pertama. Disusul Vietnam dan Thailand di tempat kedua dan ketiga. Sedangkan Indonesia bercokol pada ranking keempat
Raihan Indonesia dengan 72 emas, 83 perak, dan 114 perunggu adalah sebuah peningkatan jika dibandingkan dengan perhelatan serupa dua tahun lalu di Malaysia. Kala itu kita hanya meraih 38 emas dan menduduki posisi ke-5. Sebagai catatan, pada SEA Games 2017 itu, 404 medali diperebutkan. Sedangkan di SEA Games 2019 kali ini, yang diperebutkan 530 medali.
Saat pengukuhan dan pelepasan kontingen, Presiden Joko Widodo memang meminta delegasi Merah Putih menduduki posisi runner-up. Tapi, di sisi lain, harapan presiden itu harus dimaknai positif sebagai motivation trigger. Agar para atlet memiliki semangat yang berlipat ganda meski sejatinya cukup berat untuk merealisasikan harapan tersebut.
Berdasarkan analisis empiris, untuk bisa meraih runner-up, dibutuhkan minimal 85 medali emas. Atau 16 persen dari total medali yang diperebutkan, yakni 530.
Harapan tersebut cukup berat karena sejak awal kontingen hanya menargetkan 54 medali emas. Bahkan, direvisi menjadi hanya 45 medali emas untuk meraih posisi keempat. Dan, setelah diminta presiden untuk mengejar runner-up, target berubah lagi menjadi 60 emas.
Untuk bisa masuk peringkat ke-4 pun, Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan 45 medali emas. Namun, dibutuhkan minimal 63 medali emas atau 12 persen dari total medali yang diperebutkan.
Lazimnya, target itu sudah dicanangkan sejak dua tahun yang lalu seusai SEA Games Malaysia. Tidak serta-merta dan berubah-ubah.
Pencanangan target yang berubah-ubah dan mandadak akan menyulitkan persiapan dan rancangan program menuju peak performance (penampilan puncak). Sebab, pencapaian prestasi menuju juara butuh waktu latihan yang lama.
Kejadian seperti cabang olahraga hoki tidak boleh bertanding dan cabang dansa hanya ekshibisi sangat mengganggu dan semestinya tidak boleh terjadi. CDM (chef de mission) dan KOI (Komite Olimpiade Indonesia) seharusnya sudah mengetahui sebelum berangkat. Sebab, CDM meeting
tentu dilaksanakan beberapa kali. Baik sebelum maupun sesudah entry by number maupun entry by name.
Terlepas dari beberapa kekurangan tersebut, kita patut mengapresiasi munculnya alet muda berbakat yang mampu meraih medali emas. Misalnya, Windy Cantika Aisah di cabang angkat besi.
Demikian juga kita patut acungkan jempol untuk tim polo air yang mampu meraih emas menumbangkan jagoan polo air Asia Tenggara: Singapura.
Ke depan apa yang harus kita lakukan? Sederet multievent telah di depan mata: 2020 ada Olimpiade Tokyo, 2021 dihelat SEA Games lagi, dan 2022 ada Asian Games.
Hal utama yang segera harus dilakukan adalah perencanaan secara detail dan cermat mulai sekarang. Jangan tunggu waktu lagi.
Apabila kita sepakat tetap akan menggunakan Perpres No 95 Tahun 2017 tentang PPON (Pembinaan Prestasi Olahraga Nasional) sebagai acuan, itu harus dieksekusi dan diterapkan secara paripurna.
Inti PPON adalah memberikan kewenangan penuh kepada induk organisasi cabang olahraga untuk mengendalikan manajemen pembinaan. Meliputi pengelolaan anggaran dan proses pembinaan –mulai pembinaaan calon atlet berbakat hingga pembinaan performa tinggi. Juga, penyiapan atlet atau tim menuju berbagai multievent internasional: mulai SEA Games, Asian Games, sampai Olimpiade.
Saat ini pelaksanaan PPON, termasuk penyiapan multievent oleh induk organisasi cabang olahraga, belum dilaksanakan secara maksimal. Juga, cenderung bersifat parsial dan temporer.
Belum semua induk organisasi cabang olahraga menerapkan manajemen pelatihan dengan terstandar tinggi dalam semua aspek. Pengawasan dan pendampingan yang menjadi tugas pemerintah yang dibantu KONI belum dilaksanakan secara maksimal, terstruktur, dan tersistem.
Masih sekadar monitoring. Untuk itu, ke depan diperlukan pedoman standar pembinaan pada semua jenjang. Pun, pedoman pengawasan dan pendampingan.
Diperlukan pengawas dan pendamping yang benar-benar memiliki pengetahuan kompetensi di bidang manajemen pelatihan performa tinggi dan implementasinya pada semua atlet. Jika diperlukan, pengawas dan pendamping bisa ”mengintervensi”, dalam arti positif, berbagai rancangan dan implementasi program yang dilaksanakan cabang olahraga.
Selain itu, PPON harus memiliki mapping (pemetaan) cabang olahraga prioritas dan trek pembinaan prestasi ke depan yang jelas. Contohnya, menuju Olimpiade 2024 dengan target 4 medali emas, saat ini harus sudah diketahui siapa atlet yang diharapkan meraih medali emas tersebut. Misalnya, Cantika di angkat berat. Atau, Lalu M. Zohri di nomor sprint dan siapa lainnya dari bulu tangkis dan cabang olahraga lainnya.