Tahun Depan Harus Lebih Tepat Sasaran
Tambah Lagi Kuota BBM Bersubsidi
JAKARTA, Jawa Pos – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) yang mewakili pemerintah kembali menambah kuota BBM bersubsidi. Tahun depan kuotanya naik 5,03 persen jika dibandingkan dengan 2019. Yakni, dari 15,11 juta kiloliter (kl) menjadi 15,87 kl. Meski begitu, potensi overkuota alias jebolnya kuota BBM bersubsidi pada 2020 tetap tinggi.
’’Kalau mengacu pada realisasi asumsi perekonomian yang sama dan realisasi 2019, ada potensi overkuota lagi pada 2020,’’ kata Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa dalam jumpa pers di kantornya kemarin (30/12).
Tahun depan pemerintah mengalokasikan 15,87 juta kl BBM bersubsidi. Perinciannya, 15,31 juta kl solar dan 0,56 juta kl minyak tanah. Untuk solar, kuota tahun ini tercatat 14,5 juta kl. Sampai akhir 2019, penyaluran solar subsidi diproyeksikan overkuota 1,3 juta–1,5 juta kl. Tahun depan kuota solar meningkat sekitar 800 ribu kl.
Fanshurullah menjelaskan, kuota BBM bersubsidi jebol karena maraknya penyimpangan di lapangan. Karena itu, dia mengimbau Pertamina dan semua badan usaha yang mendistribusikan BBM bersubsidi lebih selektif. ’’Masih banyak yang tidak tepat sasaran, tidak tepat volume, dan tidak sesuai dengan amanah,’’ tegasnya.
BPH Migas mengusulkan kendaraan roda enam tidak lagi menggunakan BBM bersubsidi. Khususnya kendaraan yang beroperasi di perkebunan dan pertambangan. Sebab, pada praktiknya, mobil kosong pun tetap mengisi BBM bersubisidi. Kereta api umum dan barang juga diusulkan tidak lagi memakai BBM bersubsidi.
Selain itu, BPH Migas mendesak pemerintah segera menerapkan IT nozzle pada seluruh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Tujuannya, membantu penyajian data yang pasti, termasuk siapa saja pemakai BBM bersubsidi. ’’BPH Migas juga melakukan pengawasan terbuka dan tertutup tahun depan. Terbuka (artinya, Red) berkoordinasi dengan pemda, sedangkan yang tertutup dengan BIN,’’ jelas Fanshurullah.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sepakat dengan BPH Migas. Menurut dia, distribusi BBM bersubsidi sering menyimpang di daerah pelosok. Senada dengan Fanshurullah, dia berharap sistem digitalisasi SPBU bisa rampung pada 2020. Dengan begitu, penyimpangan distribusi bisa ditekan.
Arifin juga meminta masyarakat turut mengawasi distribusi BBM. Namun, pihaknya pun akan mengoreksi alokasi subsidi dan menghemat BBM dengan program substitusi. ’’Dengan pertumbuhan sumber alam yang kita miliki, kita mampu mengubah (ketergantungan terhadap BBM bersubsidi, Red),’’ ujarnya.
Menanggapi itu, Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati menegaskan bahwa pihaknya juga melakukan pengawasan ketat. Yang pertama adalah menerapkan digitalisasi pada seluruh SPBU milik Pertamina. Dia menargetkan, pada triwulan pertama 2020, program tersebut rampung.
Selain itu, mobil-mobil tangki BBM sudah dipasangi GPS untuk memantau pergerakannya. Di dalam mobil dan di SPBU tujuan, terpasang CCTV. Jadi, nomor polisi tangki BBM juga terpantau. Setiap saat, menurut Nicke, pergerakan mobil tangki dan transaksinya di setiap SPBU selalu terawasi. Baik itu jumlah BBM maupun jenis mobilnya.
Bukan hanya itu, CCTV pada setiap SPBU juga langsung terkoneksi dengan samsat. Fungsinya adalah mengetahui pemilik mobil pengangkut BBM. ’’Ini semua terintegrasi dari storage sampai SPBU,’’ terangnya.
Tahun depan BPH Migas menetapkan dua penyalur BBM bersubsidi. Yakni, PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo Tbk. PT Pertamina dimandati menyalurkan total 26,13 juta kl BBM bersubsidi. Volume itu lebih kecil daripada tahun sebelumnya. Karena itu, perlu ada pengawasan distribusi. ’’Tahun depan kami berfokus pada distribusi atau penjualan kepada pihak yang lebih tepat sasaran,’’ tandasnya.