Empat Anggota DPRD Dipolisikan
Janjikan Pengurusan Sertifikat Tanah Lahan Perkebunan, Tak Kunjung Terealisasi
BLITAR, Jawa Pos – Empat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blitar diadukan ke polisi. Empat legislator periode 2019–2024 itu berinisial WK, ES, AW, dan MW. Mereka diadukan atas dugaan tindak pidana penipuan.
Pengaduan kepada empat anggota tersebut tertuang dalam Tanda Bukti Laporan Pengaduan Nomor: TBLP/254/XII/2019/ Satreskrim Polres Blitar Kota. Pengadunya atas nama Ahmadi, warga Desa Karanganyar Timur, Kecamatan Nglegok.
Bentuk pengaduannya berupa tindak pidana penipuan pada rentang 2016–2017. Saat dikonfirmasi soal pengaduan tersebut, Ahmadi membenarkannya. ’’Ya, pengaduannya pada 21 Desember lalu,’’ katanya kemarin (30/12).
Dia menceritakan, dugaan penipuan itu bermula ketika empat anggota DPRD Kabupaten Blitar melakukan kunjungan kerja di Perkebunan Karangnongko, Desa Modangan, Kecamatan Nglegok, pada Agustus 2016.
Empat anggota itu juga menemui warga yang tinggal di perkebunan tersebut. Salah seorang anggota dewan, WK, waktu itu menjanjikan pengurusan tanah milik warga perkebunan menjadi sertifikat hak milik. ’’Yang membuat kami yakin, WK membawa lima orang yang katanya staf ahlinya Pak Sofyan Djalil (menteri agraria) waktu itu,’’ jelasnya.
Waktu itu ada 519 petak tanah milik sejumlah warga yang akan diperjuangkan mendapat sertifikat hak milik. Total luasnya sekitar 165 hektare. Tanah itu merupakan bekas perkebunan. ’’Saya ditunjukkan sebagai koordinatornya. Yang mengumpulkan warga membentuk panitia pengurusannya,’’ terangnya.
Nah, untuk memperlancar kepengurusannya, Ahmadi diminta menyiapkan dana sebagai biaya operasional. Dana itu digunakan untuk penerbitan sertifikat yang dijanjikan tuntas pada 2017.
Dana tersebut diperoleh dari iuran warga hingga terkumpul Rp 335 juta. Dana itu diberikan langsung kepada WK sebanyak tiga kali. ’’Namun, saya tunggu sampai 2017 tidak ada kejelasan,’’ ungkap pria 52 tahun tersebut.
Karena belum ada kejelasan, Ahmadi dan warga mencari langsung kejelasan ke Jakarta pada Agustus 2017. Untuk biaya operasionalnya, dia meminta sebagian dana yang telah diberikan ke WK untuk biaya operasional ke Jakarta.
Ahmadi dan warga ingin memastikan soal lima staf ahli yang dibawa WK itu apakah benar atau tidak dari Kementerian Agraria. ’’Saya cek ke sana langsung dan tanyakan ternyata tidak ada lima orang tersebut di kementerian,’’ jelasnya.
Kesabaran Ahmadi pun habis karena merasa dipermainkan. Lalu, pada 5 November dia berusaha datang ke kantor DPRD Kabupaten Blitar untuk meminta kejelasan soal janji pengurusan sertifikat tanah dari empat anggota dewan tersebut.
Namun, upaya itu juga belum membuahkan hasil. Surat warga tersebut malah dibekukan dan belum ada tanggapan sampai saat ini. ’’Akhirnya kami putuskan untuk mengadukan perkara ini ke polisi,’’ ujar pria ramah tersebut.