Imbau Seniman Infusi Spiritualitas dalam Karya
Dikusi Bersama Dosen Seni Rupa Unesa Djuli Djatiprambudi
SURABAYA, Jawa Pos – Karya seni yang baik harus dekat dengan tujuan seni itu sendiri. Yang mampu menghadirkan kebaikan di dalamnya. Hal itu bisa dicapai jika seniman memasukkan nilai-nilai spiritualitas pada karya seninya.
Begitu kata dosen seni rupa Universitas Negeri Surabaya Djuli Djatiprambudi dalam diskusi seni rupa di PW NU Jawa Timur kemarin (30/12). ’’Spiritualitas dalam arti luas, bukan semata-mata hubungannya dengan keagamaan,’’ ujarnya.
Menurut Djuli, spiritualitas dalam arti luas lebih mengarah pada arti dan tujuan hidup. Pada seni, sebuah karya harus mampu menggugah jiwa seseorang untuk berbuat kebaikan selama hidupnya. Dia mencontohkan beberapa hal. Misalnya, lukisan atau instalasi yang terinspirasi dari ujaran untuk berbuat kebaikan terhadap sesama.
’’Ujaran kebaikan itu pasti ada dalam keyakinan apa pun, jadi bisa dituangkan dalam karya seni,’’ tutur pria kelahiran
12 Juli 1963 tersebut.
Memasukkan nilai-nilai spiritualitas dalam karya tidak harus kaku. Tetapi lebih kepada sesuatu yang mudah dipahami dan dirasakan penikmat seni. ’’Tidak berarti ketika terinspirasi dari Alquran, rupanya lukisannya adalah orang sedang salat, tapi harus yang ngena pada semua orang,’’ tambahnya.
Djuli mengakui, pandangan tersebut masih jarang diterapkan seniman. Padahal, karya-karya seni seperti itu tengah dibutuhkan. Terlebih pada keadaan masyarakat yang krisis toleransi dan rawan radikalisme. ’’Tapi, di era saat ini, jumlah seniman yang menerapkan hal tersebut semakin meningkat,’’ tuturnya.
Dia juga mencontohkan beberapa karya seni dalam sejarahnya. Beberapa karya seni asli Indonesia, misalnya. Wayang, tembang-tembang gamelan, dan beberapa karya seni lain yang sudah memasukkan nilai-nilai spiritualitas. ’’Jadi seniman zaman dulu juga tidak asal membuat karya, tapi benar-benar menanamkan kebaikan,’’ ucapnya.
Agar karya tersebut bisa dirasakan banyak orang, Djuli menyarankan seniman agar memanfaatkan berbagai medium baru seperti media sosial. Di sana seniman bisa menjelaskannya dengan detail. ’’Jadi bisa kembali pada tujuan seniman itu sendiri yang bisa menyebarkan kebaikan di mana saja tanpa harus dibatasi tempat dan waktu,’’ paparnya.
Djuli menyebutkan bahwa seniman masa kini belum terlalu memasukkan nilai-nilai spiritualitas. Bahkan, hanya sebagian yang mengajak penikmatnya untuk berinteraksi serta merasakan makna-makna di dalam karyanya. ’’Biasanya hanya terinspirasi sesuatu, lalu membuat suatu karya seni, tanpa ada nilai-nilai sosial di dalamnya,’’ tuturnya.
Dia berharap hal seperti itu seharusnya dikurangi. Tujuannya, para penikmat seni bisa belajar dari suatu karya. ’’Itulah kontribusi seniman sesungguhnya,’’ ungkapnya.
Djuli mencontohkan karya seni masa kini seperti seniman Joko Avianto, seniman instalasi. Joko sempat diberi proyek instalasi bambu menyambut Asian Games 2018 di Jakarta. Karya yang berjudul Getah Getih tersebut menyuarakan banyak nilai-nilai spiritualitas. Misalnya, persatuan dan perjuangan untuk melawan keburukan.