Bongkar Langgar, Temukan Tetenger Tahun 1883
SURABAYA, Jawa Pos – Warga RT 1, RW 10, Jalan Ketapang III, Pabean Cantian, kaget saat membongkar bangunan Langgar Sajangan. Mereka menemukan penanda tahun 1883 di bagian atap langgar. Ada pula beberapa benda peninggalan yang diduga berusia tua. Di antaranya, lembar-lembar mushaf Alquran dari kulit sapi, keris, dan besi-besi tua penyambung kayu ke atap.
”Kami baru tahu ada papan kayu bertulisan tahun 1883,” kata Ketua RW 10 Ismail kemarin (30/12). Sebelumnya, warga hanya mengetahui bahwa langgar yang berada di wilayah mereka tersebut berdiri sejak puluhan tahun yang lalu. Warga tidak menduga usianya sudah lebih dari satu abad.
Kondisi fisik bangunan langgar dinilai telah rapuh dan dikhawatirkan membahayakan para jamaah. ”Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, langgar direnovasi,” lanjut Ismail. Perbaikannya drastis. Mulai bagian depan, atap, hingga tempat wudu. Hanya bagian dalam langgar yang dipertahankan.
Pemerhati sejarah Surabaya Nanang Purwono menyayangkan renovasi tersebut. Meski tujuannya baik, sebaiknya sebelum dilakukan renovasi, dicari tahu asal-usul bangunan. Apakah sekadar bangunan tua atau memiliki nilai sejarah.
”Sebab, bentuk bangunan yang sudah dibongkar tidak bisa dikembalikan lagi. Balok kayu, angka tahun berdirinya bangunan, dan barang-barang peninggalan yang ditemukan harus disimpan sebagai tetenger,” jelas Nanang.
Dia berharap peristiwa tersebut tidak terulang dan menjadi pelajaran bersama. Di Surabaya masih banyak bangunan bernilai sejarah yang belum dinobatkan sebagai cagar budaya. ”Ke depan, koordinasi antara komunitas sejarah, pemerintah, dan masyarakat harus lebih digalakkan,” paparnya.
Merespons temuan penanda tahun di langgar tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya Antiek Sugiharti menyatakan, pihaknya belum bisa memastikan apakah bangunan tersebut mempunyai nilai sejarah atau tidak. ”Tidak semua bangunan lama harus dijadikan cagar budaya. Ada kriteria-kriteria khusus,” ujar Antiek.
Kriteria itu, antara lain, usia bangunan lebih dari 50 tahun. Sejarah bangunan juga harus ditelusuri, apakah dulu merupakan bangunan yang digunakan untuk kegiatan pendidikan, keagamaan, kantor pemerintahan, atau bangunan bekas para penjajah. ”Kami segera mengecek,” ucapnya.