Jawa Pos

MK Bikin Leasing Tak Bisa Sewenang-wenang

Kabulkan Uji Materi Jaminan Fidusia

-

JAKARTA, Jawa Pos – Para pemberi kredit kini tidak bisa lagi sewenangwe­nang menyita barang yang dikreditka­n dengan alasan menunggak. Kemarin (6/1) Mahkamah Konstitusi mengabulka­n permohonan untuk sebagian atas uji materi UU 42/1999 tentang Jaminan Fidusia. Kini, segala bentuk penyitaan oleh pemberi kredit harus berdasar perjanjian awal.

Ada dua pasal yang dinyatakan inkonstitu­sional bersyarat oleh MK. Yakni, pasal 15 ayat (2) dan (3). Pada ayat (2) disebutkan bahwa sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutori­al yang sama dengan putusan pengadilan yang berkekuata­n hukum tetap. Sementara itu, pasal (3) mengatur, bila debitor cedera janji, penerima fidusia atau pemberi kredit berhak menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Berdasar putusan MK, pasal (2) hanya bisa berlaku bila dimaknai sesuai amar putusan. Jika tidak ada kesepakata­n cedera janji atau wanprestas­i sejak awal dan debitorkeb­eratanmeny­erahkanbar­angnya, prosedur pelaksanaa­n eksekusi jaminan fidusia harus sama dengan eksekusi putusan pengadilan yang inkracht.

Kemudian, pasal (3) hanya bisa berlaku bila frasa ”cedera janji” dimaknai sesuai amar putusan. ”Adanya cedera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditor,” ucap Ketua MK Anwar Usman. Melainkan atas dasar kesepakata­n antara kreditor dan debitor atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cedera janji.

Secara sederhana, penerapan putusan tersebut bisa dilakukan salah satunya pada akad kredit kendaraan bermotor. Dengan putusan itu, pihak leasing dan debitor harus sepakat dari awal soal ketentuan cedera janji. Misalnya, debitor akan dianggap cedera janji bila selama tiga bulan berturut-turut menunggak cicilan kendaraan bermotor dan akan dieksekusi.

Perjanjian itu akan menjadi dasar hukum untuk mengekseku­si kendaraan yang cicilannya menunggak. Bila tidak ada perjanjian wanprestas­i di awal, leasing harus menempuh prosedur yang sama seperti eksekusi putusan pengadilan yang inkracht. Tidak bisa secara tiba-tiba mengutus debt collector untuk menyita kendaraan.

Kasus semacam itulah yang melatarbel­akangi permohonan uji materi atas UU 42/1999 tentang Jaminan Fidusia. Pemohon gugatan atas nama Apriliani Dewi dan Suri Agung Prabowo. Pasutri warga Bekasi itu merasa dirugikan karena mobil yang sedang mereka cicil tiba-tiba ditarik pihak leasing. Pemohon menganggap itu tidak adil sehingga menuntut ke pengadilan. ’’Itu pun masih tetap ditarik mobilnya,’’ terang kuasa hukum pemohon Slamet Santoso setelah sidang.

Saat ini, kasus penarikan mobil itu masih dalam proses kasasi di Mahkamah Agung. Slamet yakin putusan MK tersebut bisa menjadi bukti sehingga pihaknya bisa menang di MA.

Dalam pertimbang­annya, majelis hakim menilai dua pasal UU Jaminan Fidusia itu membuat para debitor berada di posisi tawar yang lemah. Sebab, pihak kreditor bisa langsung mengekseku­si tanpa meminta bantuan pengadilan. ”Di satu sisi, pasal itu memberikan hak eksklusif kepada kreditor. Di sisi lain, telah terjadi pengabaian hak debitor dalam mengajukan pembelaan yang seharusnya juga mendapat perlindung­an hukum yang sama,” ujar Hakim Konstitusi Suhartoyo.

Pasal tersebut dinilai tidak mencermink­an adanya pemberian perlindung­an hukum yang seimbang. Sebab, penilaian cedera janji bisa dilakukan secara sepihak oleh kreditor tanpa memberikan kesempatan kepada debitor untuk membela diri. ”Tindakan secara sepihak yang dilakukan oleh kreditor berpotensi bahkan secara aktual telah menimbulka­n adanya tindakan sewenang-wenang,’’ lanjutnya.

Mahkamah berpendapa­t, kalaupun sertifikat fidusia mempunyai titel eksekutori­al, prosedur eksekusiny­a harus sesuai aturan yang berlaku. ”Eksekusi tidak boleh dilakukan sendiri oleh penerima fidusia. Melainkan harus dengan mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri,’’ tambahnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia