Iran Batalkan Kesepakatan Nuklir
Parlemen Iraq Usir Tentara AS
BAGHDAD, Jawa Pos – Pemerintah Iran baru saja menentukan langkah balasan pertama atas pembunuhan komandan pasukan khusus Iran Mayjen Qasem Soleimani. Negeri Para Mullah itu menyatakan tak lagi mematuhi kesepakatan nuklir 2015.
Iran bakal mengabaikan seluruh poin dalam Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Artinya, mereka tak lagi membatasi pengembangan dan penelitian terkait dengan nuklir. ”Iran akan melanjutkan pengayaan nuklir tanpa batasan, tapi sesuai dengan kebutuhan teknis,” tulis pemerintah Iran dalam pernyataan resmi yang dilansir BBC.
Di bawah JCPOA, Iran seharusnya membatasi pengembangan nuklir sebagai ganti pengangkatan sanksi. Namun, sejak Presiden AS Donald Trump mundur dari kesepakatan tersebut, Iran berangsur melanggar isi perjanjian.
Pernyataan Iran langsung ditanggapi peserta JCPOA lainnya. Beberapa jam setelah pengumuman, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengeluarkan pernyataan bersama. ”Kami siap untuk bertemu dengan semua pihak untuk meredam situasi,” ujar mereka kepada Agence France-Presse.
Sejumlah pakar di AS memperkirakan bahwa Iran membutuhkan waktu 3–4 bulan untuk mencapai uranium dengan level pengayaan 80 persen. Iran membutuhkan waktu setengah tahun untuk mempunyai senjata nuklir sendiri.
Sementara itu, Trump kemarin mengancam Iraq dengan sanksi ekonomi superbesar. Ancaman itu muncul setelah Iraq meloloskan mosi untuk mengusir tentara AS pasca tewasnya Qasem Soleimani.
Taipan berusia 73 tahun itu menjelaskan, AS sudah banyak berkorban dalam membantu Iraq menumpas ISIS selama lima tahun terakhir. Karena itu, Gedung Putih tak akan diam begitu saja jika rezim Adel Abdul Mahdi benar-benar mengusir tentara AS.
”Markas di sana menghabiskan miliaran dolar. Kami tak akan pergi sebelum mereka melunasi apa yang sudah kami habiskan,” ungkapnya.
Jika nekat, lanjut Trump, Iraq bakal kembali menderita dengan sanksi ekonomi. Suami Melania itu bahkan menegaskan sanksi tersebut bakal lebih besar dari negara mana pun.
”Hukuman kepada Iraq bakal jauh lebih hebat daripada sanksi yang dialami Iran selama ini,” imbuhnya.
Pemerintah Iraq memang cenderung memihak Iran. Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi menjelaskan bahwa mendiang Soleimani datang ke Iraq atas undangan pribadinya. Mereka seharusnya bertemu untuk membahas proposal Arab Saudi untuk menurunkan tensi konflik di Iraq. ”Dia seharusnya membawa pesan dari Iran untuk membalas pihak Saudi,” ujarnya kepada The Guardian.
Iraq belum menentukan apakah tentara AS langsung diusir atau harus melalui masa transisi.