Investor sebagai Panglima
OBSESI pemerintah menggenjot investasi bisa mengiritasi integritas sebagai negara. Gesekan dengan kekuatan laut Tiongkok di perairan Natuna menjadi contoh mutakhir. Sikap para menteri terlihat lunak, ”Jangan dibesar-besarkan.”
Bahkan, ketika perilaku Tiongkok cenderung tak peduli kepada kedaulatan Indonesia seperti ini, menteri pertahanan menganggapnya sebagai negara sahabat. Aduh, ini ancaman terhadap keutuhan negara! Inilah ujian sebenarnya pekik: NKRI harga mati!
Tiongkok memang investor besar di Indonesia. Bahkan, sebagian uang masuk dari negeri komunis itu, termasuk sebagai utang.
Kegamangan sikap terhadap Tiongkok di Natuna itu merupakan cerminan ”dibesarbesarkannya” obsesi terhadap investasi. Investasi memang penting, bahkan sangat penting, untuk membangun kemajuan ekonomi. Tetapi, tak seharusnya semuanya serbapermisif karena investasi. Bisa kontraproduktif dalam jangka panjang.
Sikap investor sebagai panglima itu tecermin juga dalam ucapan Jokowi yang menyebut ”ini bukan negara aturan”. Seperti melupakan konstitusi pasal 1 ayat (3): ”Negara Indonesia adalah negara hukum”. Jokowi bisa sah sebagai presiden juga berdasar hukum, aturan. Maka, siapa pun, termasuk investor, tak boleh dibiarkan bebas tanpa aturan.
Kita sudah mendengar betapa banyak kemudahan yang akan diberikan kepada investor. Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) akan dihilangkan. Segala perda yang dianggap menghambat investasi dibatalkan. Sanksi pidana pengusaha nakal juga bakal ditiadakan. Bahkan, Moeldoko, pejabat top orang dekat Jokowi, mengatakan, KPK menghambat investasi!
Semestinya yang diperkuat dalam mengundang investasi adalah justru kepastian aturan. Bukan diperbolehkannya ugal-ugalan. Yang penting dalam investasi adalah biayanya bisa diukur dan apabila sudah memperoleh legalitas, dijamin keamanannya. Agar investasinya bisa berkelanjutan dan berkembang.
Intinya adalah memberantas korupsi dan informalitas. Tetapi, kita tahu KPK malah dipereteli kewenangannya. Demo besar yang mengorbankan nyawa dan luka pun tak digubris. Padahal, lemahnya pemberantasan korupsi akan memperkuat informalitas. Jalur-jalur tidak resmi di luar pemerintahan yang meningkatkan ketidakpastian, seperti tecermin dalam OTT KPK. Makin ruwetnya informalitas itu menjadikan investasi tidak aman. Selain itu, investasi tak boleh menyandera harga diri bangsa.