Baru Belajar kalau Sudah Kena Bencana
Seiring terjadinya berbagai bencana hidrometeorologis di sejumlah provinsi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan masyarakat agar semakin menyadari potensi bencana. Dibutuhkan mitigasi lebih dini untuk mengurangi potensi korban. Berikut perbincangan wartawan Jawa Pos Taufiqurrahman dengan Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Bernardus Wisnu Widjaja kemarin (6/1).
Bagaimana bersikap agar kita selalu siaga terhadap bencana?
Kami tegaskan berkali-kali. Pertama pahami risikonya. Understanding risk. Lewat apa? Ya paling tidak selalu mengupdate informasi. BNPB selalu menyiarkan melalui media (televisi) dan media sosial. Ke daerah-daerah kita selalu kirimkan suratnya. Tapi, paling tepat bisa menggunakan InaRisk. Cobalah diakses, di situ. Dari situ Anda tahu. Langkah-langkah mitigasinya juga ada. Bagaimana contoh penggunaannya?
Contoh yang paling simpel. Misalnya, setelah dilihat di InaRIsk, daerah ini berpotensi mengalami tsunami dengan kategori tinggi. Seperti, sejumlah wilayah di Pulau Jawa bagian selatan. Termasuk kawasan Pangandaran. Potensi terjadinya tsunami cukup tinggi.
Kita perlu berpikir (bagaimana) langkah evakuasinya, jangan mau menginap di lantai dasar. Kan simpelnya pengalamannya gitu. Anda cari lantai 2–3 ke atas lah. Kemudian, ada langkah pengenalan, riset. Apakah di situ ada daerah tinggi. Ada bukit, tapi kan harus dicari ada jalannya apa tidak. Kalau tidak, kita tidak bisa naik. Eksplorasi dulu. Selain mengenali risiko dan mempelajari mitigasinya, apa lagi yang penting?
Harus ada investasi. Kalau dia pengelola pariwisata, mestinya disiapkan langkahlangkah ke arah sana. Kesiapsiagan, latihan, juga emergency evacuation plan. Minimal safety briefing. Seperti di pesawat lah. Itu kan selalu seperti itu. Terus saja, ndak didengerin nggak papa. Yang penting didril terus, akhirnya kan nyantol juga. Apa yang menyebabkan kita selalu tidak siap selama ini?
Karena pada prinsipnya bencana itu masalah kebiasaan. Safety culture. Budaya aman menghadapi bencana. Itu yang belum kita punya. Masalahnya, kita baru belajar kalau sudah kena bencana. Harusnya sebelumnya. Bisakah InaRisk jadi panduan tunggal kesiapan bencana masyarakat Indonesia?
kami siapkan. Satu atau dua tahun ini lah. Sekarang datadata kita sudah dipakai kementerian dan lembaga. Oleh kalangan perbankan juga. Dijadikan (bank untuk) rekomendasi untuk pengucuran kredit. Contohnya, jika daerah yang akan dibangun itu rawan banjir atau gempa, kredit tidak akan diberikan. Data kami juga terus didukung data lain kementerian lembaga. Misalnya, dari Badan Geologi, BMKG, Kementerian Kesehatan, dan lain-lain. Kita berupaya nanti InaRisk bisa jadi multihazard early warning system yang terintegrasi.