OJK Yang Harus Direformasi, Bukan Asuransinya
KETUA Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso berjanji melakukan reformasi lembaga keuangan nonbank (LKNB), khususnya asuransi. Reformasi asuransi tersebut nanti mencakup perbaikan penerapan manajemen risiko, governance yang lebih baik, dan laporan kinerja investasi kepada otoritas serta publik
Upaya reformasi itu bukannya sia-sia, melainkan belum saatnya.
Yang seharusnya direformasi adalah OJK, bukan asuransinya. Ketimbang melakukan reformasi asuransi, sebaiknya fokus dulu menjalankan semua aturan yang sudah dibuat sendiri. Aturan OJK itu cukup banyak, tapi tidak pernah dikerjakan. Itulah yang menjadi pertanyaan besar. OJK penuh dengan conflict of interest.
Sekarang kita lihat kasus Jiwasraya dan Bumiputera yang bertahun-tahun merugi hingga tidak bisa membayar klaim nasabah. Bagaimana bisa kinerja buruk dua asuransi itu luput dari pengawasan OJK? Artinya, pengawasan memang tidak berjalan karena banyak kepentingan. OJK mengklaim sudah beberapa kali mengingatkan Jiwasraya, tapi tidak dieksekusi.
Seharusnya, kalau sudah tahu kinerjanya buruk, OJK bisa menghentikan penjualan produk JS Saving Plan. Apalagi, sudah terbukti pembayaran klaim nasabah menggunakan skema Ponzi. Yakni, membayar klaim nasabah dengan premi yang dibayar nasabah baru. Faktanya, Jiwasraya sendiri yang menghentikan, bukan OJK. Jiwasraya yang merugi, tapi bisa lolos karena neraca atau laporan keuangan polesan itu juga tidak diungkap OJK.
Begitu juga Bumiputera, apakah sudah beres kasusnya? Belum sampai sekarang. Beberapa upaya penyelamatan dilakukan, mulai dari berkali-kali restrukturisasi, mengundang investor, membentuk PT, sampai membentuk direksi. Namun, Bumiputera tidak juga sembuh. Sedangkan untuk kasus ASABRI (Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), mengakunya sudah diperingatkan sejak November tahun lalu. Tapi, sekarang, saat ditagih soal pengawasan, mengaku tidak punya akses.
Di luar Jiwasraya, masih banyak asuransi yang menggunakan skema Ponzi untuk membayar klaim nasabah. Sudah banyak aduan yang terkait dengan skema Ponzi dalam industri asuransi ini kepada ombudsman. Masalahnya, apa berani OJK menghentikan hal itu? OJK juga mengklaim bahwa kasus Jiwasraya, Bumiputera, dan ASABRI tidak berdampak pada industri asuransi. Kenyataannya, sangat berdampak. Sekarang ini banyak penebusan polis dilakukan oleh nasabah. Mereka khawatir perusahaan asuransi tidak mampu membayar klaim seperti kasus Jiwasraya atau Bumiputera.
Untuk itu, OJK harus melakukan reformasi internal. Perbaiki tata kelola manajemen, kemudian lindungi nasabah sampai pentingnya membuat dewan pengawas. Termasuk soal iuran, lebih baik dihentikan saja. Sebab, OJK memungut iuran tapi tidak memberikan perlindungan kepada konsumen dan industri.