Terlecut Melihat Teman-Teman Menang Lomba
Berkali-kali kalah saat perlombaan balet tidak membuat Annette Easter Sere Simamora menyerah. Upayanya yang tekun pun membuahkan hasil. Dalam ajang kompetisi balet di Tiongkok akhir 2019, dia berhasil menyabet dua juara sekaligus.
KATEGORI international precompetitive B ballet dan kategori jazz dance menjadi pilihan Annette Easter Sere Simamora dalam ajang Balet Asian Elite Dance Competition (AEDC) yang berlangsung di Shenzhen, Tiongkok, pada 28–30 Desember 2019 lalu.
Dalam ajang tersebut, gadis berusia 12 tahun itu berhasil menyabet dua juara sekaligus. Juara 1 untuk kategori jazz dance dan juara 2 untuk kategori international pre-competitive B balet. Meski belia, dia berhasil mengalahkan lawan-lawannya dari berbagai negara di Asia. Mulai Malaysia, Jepang, Singapura, Hongkong, Thailand, Korea, hingga Tiongkok.
Apa yang diraihnya merupakan capaian tertingginya. Setahun terakhir, dia mengaku selalu kalah dalam ajang balet. Bahkan, ada yang tidak masuk sampai grand final. ”Pokoknya di 2018 itu kalah terus di ajangajang yang besar. Pernah ada yang di Jakarta itu kalah, di Singapura enggak masuk grand final, di Hongkong juga,” ceritanya.
Dia sempat merasa putus asa dan tidak mau ikut pertandingan lagi. Tapi, langkah itu akhirnya diurungkan. ”Aku lihat temanteman itu kok sudah dapat juara semua. Masak aku belum,” ujarnya soal hal yang sangat memotivasinya
Kemudian, pada akhir 2018, Sere mencoba berkompetisi di panggung AEDC yang waktu itu masih digelar di Hongkong. ”Eggak dapat juara pertama sih, tapi dapat juara 3 buat baletnya, yang jazz juara 4. Dari situ jadi semangat lagi,” terangnya.
Namun, perjuangannya untuk mendapatkan juara tersebut tentu tidak mudah. Butuh latihan ekstraketat tiap hari hingga bisa tampil maksimal.
Dengan gaun merah mudanya, Sere beberapa kali menunjukkan aksinya mengangkat kaki dan salah satu kakinya lagi berjinjit dengan jempolnya. Dia tengah menarikan baletnya yang berjudul Fairy Doll saat ditemui di Marlupi Dance Academy di Jalan Pandan pada Minggu (12/1).
Tari balet Fairy Doll itulah yang mengantarkan Sere merebut juara kedua dalam ajang tersebut. ”Kalau buat balet yang ini, menurutku yang paling susah pas attitude turn,” ujarnya singkat soal tantangan apa yang paling tinggi dalam baletnya tersebut.
Selain itu mengatur mimik wajah menjadi tantangan yang lain. Sebab, dalam cerita Fairy Doll, perempuan yang masih duduk di bangku SMP itu harus mempunyai karakter yang cantik sekaligus mata yang genit.
Fairy Doll sendiri bercerita soal boneka cantik di sebuah toko yang disukai banyak orang. Di antaranya, ada dua badut yang benar-benar ingin menjadikan si boneka itu kekasihnya.
Namun, si boneka tentu tidak bisa menerima keduanya. Karena dilema, akhirnya si boneka tersebut menari untuk menghilangkan kegalauannya itu. ”Jadi, karakternya memang harus lembut, tapi matanya dibuat genit juga,” sambungnya sambil malu-malu.
Untuk menguasai perubahan mimik wajah tersebut, Sere mengaku sering berlatih dengan menonton YouTube. Hal itu pun menjadi rutinitasnya sebelum memulai latihan. Saat sedang perjalanan menuju tempat latihan pun, Sere mengaku selalu menghabiskan waktunya di mobil untuk belajar mimik wajah dari video-video Rebecca. ”Jadi, pas latihan udah benar-benar siap,” sambungnya.
Rebecca Alexandria Hadibroto juga menjadi salah satu seniornya yang selalu menginspirasinya. Setelah seniornya itu berhasil membawa emas dua tahun berturut-turut dari ajang Youth America Grand Prix (YAGP) di
New York, dia bertekad ingin menjadi penerusnya di ajang berikutnya.
Setiap hari, siswa asal SMP Petra 5 tersebut menghabiskan tiga jam saat sore hari untuk berlatih balet. ”Tapi kalau sudah mendekati hari kompetisi bisa lebih buat persiapan yang lebih matang lagi,” ujarnya.
Dari situ, seorang balerina memang harus rutin melakukan latihan dan bisa membagi waktunya dengan sekolah. Selain berlatih balet, ada satu jam yang biasanya dia gunakan untuk berlatih jazz dance. ”Yang dance ini memang enggak terlalu rutin. Seminggu biasanya cuma satu kali. Tapi, latihannya tetap sungguh-sungguh,” imbuhnya.
Untuk jazz dance sendiri, Sere menampilkan Run the World. Dalam ceritanya, ada seorang gadis yang sedang berjuang untuk menaklukkan dunia. Gadis kelahiran Surabaya, 8 April 2007, itu pun menjadikan cerita tersebut seperti dirinya sendiri yang ingin menaklukkan dunia lewat balet.
Dengan memahami karakter tarian yang dibawakannya itu, Sere pun berhasil meraih posisi pertama dalam kategori tersebut. Selain itu, yang menjadikannya berbeda dalam jazz dance-nya adalah dia membawa properti berupa pecut khas Madura. ”Ini ide dari guruku, namanya Ms Suili. Katanya biar beda dari yang lain. Biar ada ciri khas dari Indonesianya,” sambung Sere.
Benar saja, dia pun bercerita bahwa juri-juri di ajang internasional selalu memuji penampilan balerina Indonesia yang selalu bisa menghadirkan ciri khas kedaerahan, tapi tetap dibalut dalam balet dengan apik.
Sementara itu, Sere tak berpuas diri dengan capaiannya kali ini. Pada April tahun ini, dia akan mencoba mengikuti ajang Youth America Grand Prix 2020 di New York.