Desain Gajah Mungkur Urusan Pemkab
GRESIK, Jawa Pos – Landmark atau tetenger baru berwujud Gajah Mungkur di simpang lima PT Petrokimia Gresik, Sukorame, terus menjadi perbincangan publik. Terutama soal bentuknya. Sebagian kalangan menyebut patung gajah lucu. Sejumlah anggota DPRD Gresik juga angkat suara.
Seperti diberitakan kemarin, biaya pembangunan
landmark Gajah Mungkur tersebut bukan dari APBD. Melainkan bantuan program corporate social responsibility (CSR) PT Petrokimia Gresik. Kabarnya, anggaran untuk membangun ikon baru berupa replika Gajah Mungkur itu mencapai Rp 1 miliar.
Humas PT Petrokimia Gresik Edri Gasyaf mengatakan, desain landmark Gajah Mungkur itu sepenuhnya dikerjakan tim pemkab. Karena itu, soal asal muasal bentuk gajah yang disoroti lucu karena tanpa telinga dan mata tersebut, pihaknya tidak bisa berkomentar banyak. ’’Langsung tanyakan ke pemkab,” ungkapnya.
Sebelumnya, pemkab juga membangun beberapa
landmark yang anggarannya bersumber dari pihak ketiga. Di antaranya, gapura perbatasan Kota Gresik– Surabaya dan di utara Waduk Bunder (PT Petrokimia Gresik), Tugu Keris Sumilang Gandring (PT Wilmar), dan Tugu Lontar (PT Smelting). Empat tetenger itu sudah selesai dibangun dan diresmikan.
Selain patung Gajah Mungkur, yang sedang dalam proses pengerjaan dan finishing adalah Menara Gardu Suling. Lokasinya di perempatan GNI Jalan Pahlawan. Bangunan itu hasil CSR dari PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Gresik. Satu lagi yang sudah direncanakan adalah gapura perbatasan Gresik–Lamongan di Duduksampeyan. Wujudnya replika kapal Nyai Ageng Pinatih. Total alokasi anggarannya diperkirakan Rp 10 miliar.
Kabag Humas Pemkab Gresik Reza Pahlevi menuturkan, yang lebih mengetahui desain awalnya seperti apa adalah asisten. Yang jelas, landmark tersebut hanya menjadi simbol bahwa Gresik memiliki sejarah terkait Gajah Mungkur. ’’Untuk aslinya, bisa dilihat di Kampung Kemasan,” ujarnya.
Reza menambahkan, bentuk landmark Gajah Mungkur tidak menyerupai aslinya karena pemkab berharap tidak ada resistansi di kemudian hari. Sebab, Gresik juga mendapat sebutan Kota Santri. ’’Menurut Islam, kan tidak boleh membuat patung yang menyerupai aslinya. Nah, kami juga empertimbangkan itu,” ungkapnya.