Stop Impor, Cintai Produk Tekstil Jatim
Sejumlah tantangan menghadang industri tekstil. Namun, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Timur (Jatim) optimistis kinerja tahun ini tumbuh sampai 25 persen.
KETUA API Jatim Sherlina Kawilarang menyatakan, dunia tekstil sangat dekat dengan kehidupan manusia. Dalam aktivitas sehari-hari, masyarakat butuh tekstil alias kain. Entah dalam wujud pakaian, seprai, handuk, atau yang lain-lain. ”Populasi Indonesia tiap tahun selalu bertambah. Artinya, tekstil masih akan terus tumbuh sampai kapan pun,” tuturnya saat ditemui di kantornya kemarin (21/1).
Target pertumbuhan yang tinggi itu membuat API Jatim harus pandai berstrategi. Agar target tercapai, asosiasi lantas merumuskan langkah-langkah yang proindustri. Salah satu langkah paling penting adalah menyetop impor. Baik yang legal maupun ilegal.
”(Pasar) Tekstil Indonesia sekarang ini tengah digempur produk-produk impor. Terutama dari Tiongkok dan Vietnam,” jelas Sherlina. Dia menengarai derasnya impor yang masuk itu bersumber dari Pusat Logistik Berikat (PLB). Sebab, pengawasan dalam lembaga tersebut lemah. Karena itu, sistemnya sangat mudah disalahgunakan.
Langkah lain yang API Jatim lakukan untuk menggairahkan industri adalah pameran. Seperti industri-industri lainnya, tren penjualan tekstil pun biasanya meningkat lewat ajang ekshibisi. Tahun ini API Jatim akan menjadi tuan rumah pameran khusus tekstil. Itu bakal menjadi pameran skala nasional pertama yang diselenggarakan di luar Jakarta.
”Rencananya kuartal pertama 2020,” kata Sherlina tentang jadwal pameran. Kini API Jatim masih berunding soal detail pameran tersebut.
Bicara tentang kendala, Sherlina langsung menyebut UMK sebagai salah satu faktor penghambat pertumbuhan industri tekstil Jatim. Saat ini empat kabupaten dalam ring satu Jatim mempunyai UMK yang jauh lebih tinggi daripada ring satu Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Barat (Jabar).
”Empat kabupaten tersebut adalah kantong-kantong industri. Yakni, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, dan Gresik. Dampaknya, produk tekstil kami kalah bersaing dengan Jateng dan Jabar,” keluhnya.
Karena itu, API akan mengajukan beberapa opsi ke Pemprov Jatim terkait dengan UMK. Bagi industri padat karya seperti tekstil, UMK adalah faktor yang sangat penting. Rencananya, API Jatim usul soal UMK khusus sektor padat karya. Usul lain adalah pemberlakuan UMP (upah minimum provinsi), bukan UMK, dalam industri tekstil.
Selain UMK, kendala lainnya berkaitan dengan proteksi. Sherlina mengusulkan kepada Pemprov Jatim agar anggaran belanja provinsi Jatim juga dibelanjakan ke perusahaan Jatim. Terutama belanja tekstil. ”Walaupun mungkin harga tekstil di Jateng lebih murah, mulai sekarang harus dibiasakan cinta produk-produk dari provinsi di mana kita berdomisili. Kami ingin sekali audiensi dengan gubernur untuk membicarakan itu,” terangnya.