Jadi Dalang Mulai SMP hingga Nyaris Lima Dekade
Kecintaan Sukar Mudjiono terhadap wayang potehi begitu besar. Meski tidak berdarah Tionghoa dan beragama Islam, Sukar tidak susah mempelajari wayang yang kerap disajikan untuk menyambut Tahun Baru Imlek tersebut.
SUKAR Mudjiono berkenalan dengan wayang potehsi sejak kelas V SD. Sukar yang masih bocah kerap berkunjung ke Kelenteng Hong Tik Hian di Jalan Dukuh, Nyamplungan, Pabean Cantian. Hampir setiap hari dia ke sana. Tujuannya satu, melihat dalang memainkan wayang potehi.
Para jemaat kelenteng tidak mempersoalkan meski dia beragama Islam dan bukan keturunan Tionghoa. Mereka hanya minta Sukar tidak mengganggu aktivitas ibadah di kelenteng. ’’Perbedaan agama bukan suatu masalah. Karena kita semua adalah saudara,’’
SEPTIAN NUR HADI, Jawa Pos
kata pria kelahiran Surabaya, 18 April 1960, itu ketika ditemui di Kelenteng Hong Tik Hian kemarin siang (21/1).
Sukar mendapati wayang potehi sangat menarik. Sebab, ceritanya menggunakan bahasa Mandarin yang dikombinasikan dengan bahasa Jawa serta diiringi lantunan musik tradisional. Terlebih ketika dalang menceritakan kehidupan masyarakat Tiongkok. Mulai terbentuknya kerajaan, lalu proses mempertahankan diri dari musuh, sampai perjuangan menyejahterakan seluruh rakyatnya.
Satu cerita dimainkan setiap hari selama dua bulan. Durasinya 1–2 jam dalam setiap pertunjukan. ’’Karena sering menonton, saya penasaran dan tertarik memainkannya,’’ ujar warga Jalan Dukuh, Pabean Cantian, tersebut.
Dengan tangan terbuka, sang guru pun merespons positif niat baiknya melestarikan wayang potehi. Sukar hampir berlatih setiap hari. Dalam waktu setahun, seluruh metode wayang potehi berhasil dikuasai. Mulai tata cara berdialog sampai memainkan gerakan pada wayang potehi.
’’Pada saat duduk di bangku SMP, saya sudah menjadi dalang,’’ ucapnya. Menurut dia, bisa menjadi dalang merupakan sebuah prestasi yang sangat berharga. Sebab, tidak semua orang bisa memainkan wayang potehi.
Nama Sukar pun mulai terkenal. Kebolehannya sebagai dalang membuatnya kebanjiran tawaran manggung. Bahkan hingga ke luar Surabaya. ’’Sebulan bisa 2–4 kali pentas di luar kota. Jadwal yang padat membuat saya kerap bolos sekolah,’’ ujarnya, lantas tertawa. Hampir seluruh wilayah Indonesia pernah disambangi.
Sukar menjelaskan, kecintaannya terhadap wayang potehi sangat besar. Bagaikan jati diri yang tidak bisa dipisahkan. Karena itu, apa pun yang terjadi, wayang potehi akan terus dimainkan. Baik ada yang mengundang maupun sebaliknya. Di Kelenteng Hok Tik Hian, dia merupakan generasi ketujuh yang jadi guru sekaligus dalang wayang potehi. Kini empat dalang profesional berhasil dilahirkan dari tangan Sukar.