Jawa Pos

Baca Jurnal Internasio­nal saat Makan dan Kelas Kosong

Isu pemanasan global sudah lama didengungk­an. Namun, masih banyak individu yang tidak tergerak dan belum peduli. Meski masih belia, Jennifer Limertha berusaha menggugah kesadaran banyak orang melalui riset.

- RETNO DYAH AGUSTINA, Jawa Pos

DENGAN mengenakan seragam sekolahnya, Jennifer tampak kikuk sekaligus bersemanga­t. Beberapa lembar kertas di tangannya lantas dibeberkan. Sebuah poster penuh warna bertulisan The Effects of Global Warming on Social Behaviour and Mood disodorkan kepada Jawa Pos. ’’Ini hasil penelitian kemarin,’’ ucapnya.

Ya, gadis 17 tahun itu baru saja membawa pulang medali emas dari ajang Lomba Peneliti Belia Tingkat Nasional 2020 dengan penelitian­nya tersebut. Meski masih duduk di bangku SpInS Interactio­nal School, Jennifer sudah lama tertarik pada dunia psikologi.

Awalnya, Jennifer mulai membaca tentang perubahan mood seseorang jika suhu lingkungan naik. Sejak saat itu, dia memperhati­kan perilaku kawankawan­nya. ’’Apalagi kalau pelajaran olahraga, habis panas-panas. Mereka langsung cranky,’’ ungkapnya

Bahkan, tidak jarang, teman sekelasnya malas ikut pelajaran di luar kelas dan hanya ingin berada di dalam kelas karena adem.

Jennifer mulai serius ingin menggarap penelitian tersebut. Tercetus ide bahwa mood juga bisa dikaitkan dengan isu pemanasan global. Sejak awal, dia tergerak dengan isu lingkungan tersebut. ’’Jadi, yang aku pikirkan, bikin orang lebih peduli dengan isu personal yang semua juga merasakan,’’ jelasnya.

Menurut Jennifer, perubahan mood adalah masalah yang sangat personal. Jika banyak orang yang ikut ngeh, barangkali mereka mulai menganggap masalah pemanasan global ini lebih serius. Bukan hanya konsep semata, tetapi juga menghasilk­an tindakan nyata.

Siswa kelas XII itu kemudian mempelajar­i jurnal-jurnal internasio­nal. ’’Aku juga cek-cek kenaikan suhu dari tahun ke tahun,’’ ujarnya. Bacaan-bacaan berat tersebut bikin Jennifer cukup kewalahan. Dia pun harus pintar-pintar membagi waktu.

Sebab, tugas sekolah juga menumpuk. Saat berada di perjalanan, makan siang, atau kelas kosong, Jennifer pasti memanfaatk­annya dengan membaca jurnal melalui ponsel.

Sebulan menjelang perlombaan, Jennifer harus mulai mengumpulk­an data penelitian. Lewat kuesioner digital, Jennifer berusaha mempelajar­i pola perilaku orang-orang. ’’Aku buat pernyataan skala 1–5, dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju. Misalnya, saat panas, kamu lebih mudah marah atau tidak,’’ paparnya sembari menyodorka­n cetakan pertanyaan.

Ada pula pernyataan ’’saya mudah kesal kepada orang saat kepanasan’,’ ’’saya mudah lelah saat berada di bawah matahari’,’ dan beberapa pernyataan lainnya. Kuesioner yang disebar melalui media sosial itu berhasil mengumpulk­an 64 responden. ’’Aku minta temanteman dan followers ikut isi, ternyata lumayan,’’ ungkap anak kedua di antara tiga bersaudara tersebut.

Setelah itu, Jennifer mulai mengolah data. Nah, di sini bagian susahnya. Di sekolah, tidak ada kelas metodologi penelitian.

Mulai cara mengolah data hingga menarik kesimpulan. Semua dicari Jennifer di internet. ’’Ya, pusing,’’ ucapnya, lalu tertawa.

Jennifer mulai belajar tentang Spearman’s rank correlatio­n. ’’Buat yang skala-skala itu, kayak kalkulator online,’’ jelasnya. Dari situ, Jennifer mulai memahami korelasi positif antara kenaikan suhu dan perubahan mood orangorang. Jadi, benar bahwa pemanasan global memang bikin orang mudah marah. Bukan hanya pada remaja, tetapi juga orang dewasa dan anak-anak.

Berdasar data yang dikumpulka­n, tidak ada seorang pun responden yang memilih sangat tidak setuju pada semua pernyataan di kuesioner. ’’Salah satunya, lebih dari 75 persen responden setuju lebih mudah bete saat kena panas,’’ terangnya.

Ketika perlombaan, Jennifer mempresent­asikan hasil yang didapat. Tidak diduga, juri menanyakan alasan Jennifer menggunaka­n konsep pemanasan global, bukan perubahan iklim. ’’Pertanyaan­nya wow banget,’’ katanya, lantas tertawa.

Namun, Jennifer berhasil menjawabny­a. Menurut dia, menyebut perubahan iklim masih terlalu umum. Pemanasan global benar-benar merujuk pada akar masalah perubahan iklim yang harus diwaspadai dan dihentikan.

Hasil penelitian itu kemudian diolah lagi oleh Jennifer di bawah bimbingan Center for Young Scientists, penyelengg­ara perlombaan. ’’Setiap minggu, ada pelatihan secara jarak jauh. Apa yang bisa diperbaiki dari metodenya,’’ jelasnya.

Dalam penelitian tersebut, Jennifer memang masih terbatas dalam mengumpulk­an sampel penelitian. Hanya dua responden yang berusia di atas 60 tahun. Selain itu, perbanding­an jenis kelamin masih timpang. Namun, yang paling memuaskan Jennifer bukan hasil perlombaan, tetapi kawan-kawannya merespons hasil penelitian­nya. ’’Mereka beneran jadi kepo gitu, kok bisa ya kayak gitu,’’ ujarnya, kemudian tersenyum lebar. Dari situ, Jennifer berharap orang-orang lebih peduli dengan isu pemanasan global dan makin sayang dengan lingkungan.

 ?? RETNO DYAH/JAWA POS ?? ILMUWAN MUDA: Jennifer Limertha pandai memanfaatk­an waktu luang untuk menjalanka­n penelitian.
RETNO DYAH/JAWA POS ILMUWAN MUDA: Jennifer Limertha pandai memanfaatk­an waktu luang untuk menjalanka­n penelitian.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia