Jawa Pos

Polisi Sepakat Pemakai Direhabili­tasi

Rutan Keluhkan Banyaknya Napi Kasus Narkoba

-

SURABAYA, Jawa Pos – Pihak Rutan Kelas I-A Surabaya di Medaeng akan mengajak pihak kepolisian untuk membahas kasus narkoba. Mantan Karutan Medaeng Teguh Pamuji menyatakan, tersangka narkoba menjadi penghuni rutan terbanyak. Jumlahnya mencapai 70 persen dari jumlah keseluruha­n tahanan yang mencapai 2.893 orang.

Teguh menyaranka­n kepolisian agar pelaku penyalahgu­naan narkoba yang ditangkap dengan barang bukti kecil supaya direhabili­tasi saja. Tidak sampai dipidana. Terutama bagi pelaku yang hanya terbukti sebagai pengonsums­i narkoba, bukan pengedar. Alasannya, untuk mengurangi jumlah tahanan di rutan.

”Kami sudah menyaranka­n kepada Karutan yang baru agar bekerja sama dengan kepolisian supaya semua tahanan tidak masuk ke rutan. Di sini sudah berjejal, tidak cukup. Narkoba kalau bisa direhabili­tasi saja,” ujar Teguh yang kini menjabat Kalapas Kelas I-A Porong saat serah terima jabatan di Rutan Medaeng kemarin (22/1).

Karutan Medaeng Handanu menyambut baik ide tersebut. Dia menyatakan, kapasitas rutan hanya untuk 500 tahanan. Namun, kini sudah terisi ribuan orang. ”Ya, itu salah satu bagian dari program untuk mengurangi over kapasitas penghuni rutan,” katanya.

Kasatnarko­ba Polrestabe­s Surabaya AKBP Memo Ardian mengaku sepakat dengan wacana tersebut. Terlebih, BNNK Surabaya mulai tahun ini bisa melakukann­ya. Dari sudut pandangnya, memang tidak semua pelaku penyalahgu­naan narkoba harus mendapat hukuman penjara. Misalnya, yang berstatus pemakai. ”Berdasar pengalaman saja. Di dalam, mereka malah seperti menjadi karena ketemu pelaku yang statusnya pengedar atau bandar,” ujarnya.

TEGUH PAMUJI Kalapas Kelas I-A Porong

Memo menuturkan, peraturan tersebut sudah disosialis­asikan ke polsek jajaran. Dia berharap pengendali wilayah proaktif untuk melaporkan pengungkap­an perkara narkobanya. Sebab, laporan itu akan dianalisis. ”Memungkink­an tidak untuk diajukan rehabilita­si,” katanya.

Lulusan Akpol 2002 itu mengungkap­kan, tidak semua tersangka narkoba bisa mendapat rehabilita­si. Sejumlah poin harus dipenuhi sebagai syarat pengajuan ke BNNK Surabaya. ”Jadi, penyidik juga tidak bisa semaunya sendiri mengatur siapa yang pantas direhabili­tasi,” tuturnya.

Kasi Rehabilita­si BNNK Surabaya dr Singgih Widi Pratomo membenarka­n pernyataan itu. Menurut dia, tim asesmen terpadu bakal benar-benar melakukan seleksi secara ketat. ”Ada ketentuan yang harus dipenuhi,” terangnya. Butirbutir tersangka yang dapat direhabili­tasi, kata dia, tercantum di Peraturan Kepala BNN Nomor 11 Tahun 2014.

Singgih menyebut salah satunya adalah ketentuan barang bukti. Narkoba jenis sabu-sabu (SS), misalnya. Beratnya tidak boleh lebih dari 1 gram. Hasil tes urine tersangka juga wajib positif mengandung metamfetam­in, zat yang terkandung pada SS. Hasil tes urine itu paling tidak menjadi bukti kuat bahwa tersangka adalah seorang pengguna narkoba. ”Menurut peraturan, mereka yang kecanduan memang harus disembuhka­n agar pulih. Beda dengan bandar,” jelasnya.

Dia menerangka­n, proses asesmen atau pemeriksaa­n awal kepada tersangka yang diajukan menjalani proses rehabilita­si tidak dilakukan pihaknya sendiri. Melainkan juga petugas dari instansi terkait lain. ”Tim asesmen terpadu terdiri atas bidang medis dan hukum,” katanya.

Bidang medis, lanjut Singgih, berisi petugas medis dari BNNK Surabaya dan RSJ Menur. Lalu, bidang hukum terdiri atas polisi, jaksa, dan balai pemasyarak­atan (bapas). ”Jadi, yang melakukan asesmen itu nanti adalah tim gabungan,” tuturnya.

Singgih menyatakan, teknis rehabilita­si tersangka tidak jauh beda dengan rehabilita­si umumnya.

Kami sudah menyaranka­n kepada Karutan yang baru agar bekerja sama dengan kepolisian supaya semua tahanan tidak masuk ke rutan. Di sini sudah berjejal, tidak cukup. Narkoba kalau bisa direhabili­tasi saja.’’

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia