Bantah Pasal Penganiayaan, ZA Berharap Vonis Bebas
Hari Ini Sidang Putusan di Malang
MALANG, Jawa Pos – Vonis bebas terhadap ZA, 17, pelajar yang membunuh begal, sepertinya menjadi harga mati. Sebab, meski tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) lebih rendah daripada ancaman pasal yang didakwakan, tim kuasa hukum ZA tetap mementahkan pertimbangan tim JPU. Upaya mementahkan logika hukum tim JPU tersebut terlihat dari pleidoi yang dibacakan Bakti Riza Hidayat, kuasa hukum ZA, di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen Kelas 1 B kemarin (22/1). Dalam pembelaannya, tim kuasa hukum ZA keberatan jika kliennya dijerat pasal 351 ayat 3 tentang Penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Tim kuasa hukum mengisyaratkan, unsur penganiayaan tidak terbukti. Sebab, penganiayaan merupakan tindakan yang disengaja. Padahal, tindakan ZA yang menusuk Misnan, 35 (pria yang diduga begal) hingga meninggal adalah murni pembelaan diri. ”Harus dilihat secara utuh peristiwa itu (terbunuhnya Misnan). Ini ada unsur pembelaan akibat adanya pemerasan dan ancaman pemerkosaan (terhadap teman perempuan ZA, Red),” tulis Bakti dalam draf pleidoi seperti dilaporkan Jawa Pos Radar Malang kemarin. Setelah sidang yang berlangsung tertutup, JPU Kristiawan enggan berkomentar saat diwawancarai media. Sementara itu, Bakti Riza Hidayat mengharapkan hakim tidak salah menjatuhkan vonis. Bakti tidak membantah jika kliennya menghilangkan nyawa orang lain. Namun, di balik itu, dia bersama tim tetap menitikberatkan pada pasal 49 ayat 1 dan 2 tentang Pembelaan Diri. ”Ada unsur pemaaf dan pembenar dalam kasus ini. Maka dari itu, kami memohon kepada majelis hakim untuk vonis besok (hari ini, Red) harus bebas dari segala tuntutan, yang mana itu juga rekomendasi dari badan pemasyarakatan (bapas),” ujar advokat berambut sepundak itu. Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD meminta tidak ada lagi dramatisasi atas tuntutan yang disampaikan JPU terhadap ZA. Menurut dia, hukuman mati atau seumur hidup yang ditakutkan itu tidak akan dikenakan kepada ZA karena menyesuaikan dengan kondisi yang bersangkutan. Mahfud menambahkan, jika ada hukuman mati dalam tuntutan JPU, sebenarnya hal tersebut bukan tuntutan utama. Hanya tuntutan alternatif. Tuntutan disesuaikan dengan pasal 1 UU Darurat 12/1951 mengenai kepemilikan dan penggunaan senjata api. Aturan itu menyebutkan bahwa hukumannya, antara lain, hukuman mati, penjara seumur hidup, atau selama-lamanya 20 tahun.