Jawa Pos

Usul Hibah ke Pusat Masih Dipertimba­ngkan

-

SURABAYA, Jawa Pos – Keluhan tentang kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) masih menumpuk. Pemkot selalu beralasan blangko dari pemerintah pusat ke daerah tidak ada atau terbatas. Padahal, ada mekanisme hibah APBD ke APBN untuk menambah jatah blangko.

Anggota Komisi A DPRD Surabaya Josiah Michael menilai, persoalan e-KTP sejatinya adalah masalah klasik. Solusi yang ditawarkan pemkot juga dianggap belum solutif. ’’Solusi dari pemkot ya suket (surat keterangan, Red) itu

J

Padahal, warga mintanya e-KTP,’’ ujarnya kemarin (2/2). Dia menyatakan, banyak pengaduan warga mengenai masalah tersebut. Salah satunya terkait dengan fisik suket yang mudah rusak. Sebab, suket dari pemkot hanya berupa selembar kertas yang berisi identitas dan kode batang

(barcode) yang bisa dipindai. Selain itu, masa berlaku suket hanya enam bulan. Jadi, pemegang suket harus mengurusny­a lagi setelah masa berlakunya habis. Sebab, selembar kertas itu otomatis tidak berfungsi jika tidak diurus. Berbeda halnya dengan e-KTP yang masa berlakunya seumur hidup.

Josiah menuturkan, masyarakat mengingink­an e-KTP sebagai bukti kependuduk­an dan identitas yang sah. Bukan selembar kertas pengganti. ’’Sekarang kita lihat, jumlah PRR (print ready record) awal Januari saja sudah mencapai 25 ribu lebih dan waiting list perekaman yang mencapai 128 ribu,’’ paparnya.

Menurut regulasi, kata Josiah, daerah memang tidak bisa mengadakan blangko sendiri. Tetapi, ada mekanisme lain yang bisa ditempuh. Yakni, memberikan hibah dari APBD Kota Surabaya ke APBN untuk meminta tambahan jatah jumlah blangko dari pusat. Apakah bisa dan boleh dilakukan hibah dari daerah ke pusat? ’’Bisa. Dasarnya jelas. Ada di Permendagr­i No 99 Tahun 2019,’’ ungkapnya.

Dalam aturan tersebut dijelaskan, unit kerja Kementeria­n Dalam Negeri (Kemendagri) yang membidangi masalah administra­si kependuduk­an boleh menerima hibah dari pemerintah daerah untuk pengadaan blangko e-KTP. Syaratnya, tidak boleh ada tumpang-tindih anggaran yang bersumber dari APBD dan APBN untuk pengadaann­ya. ’’Jadi, itu untuk penambahan jumlah blangko saja karena jatah dari pemerintah pusat hanya 10 ribu keping,’’ katanya.

Menurut Josiah, itu bisa menjadi solusi atas kekurangan blangko yang terus-menerus tidak terselesai­kan. Kebutuhan anggaranny­a nanti bisa dimasukkan PAK (perubahan anggaran keuangan) yang rencananya dibahas pada Mei. ’’Jadi, permasalah­an kekosongan blangko e-KTP bisa segera teratasi,’’ tuturnya.

Secara terpisah, Kepala Dispendukc­apil Agus Iman Sonhaji menuturkan, waiting list untuk cetak e-KTP memang masih menumpuk. Hingga akhir 2019, penduduk yang belum melakukan cetak fisik mencapai 140 ribu. ’’Bukan 128 ribu. Jadi, memang banyak. Itu sesuai jumlah suket yang sudah dicetak,’’ ungkapnya.

Terkait dengan hibah dari APBD ke APBN untuk menambah jatah blangko, Agus belum bisa berkomenta­r. Sebab, menurut dia, dana hibah biasanya dimasukkan RAPBD untuk tahun berikutnya. ’’Lha ini sudah awal tahun, berarti untuk 2021? Kalau untuk tahun ini, sepertinya belum bisa,’’ katanya.

Meski demikian, dia akan mempertimb­angkan usul dewan itu. Yang penting, kajian hukum dan landasan aturannya jelas. ’’Kalau di PAK (perubahan anggaran keuangan, Red), sepertinya tidak mungkin. Tapi, kita lihat nanti,’’ tuturnya.

Josiah menambahka­n, mekanisme hibah juga diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) No 25 Tahun 2016. Dalam aturan tersebut dijelaskan, hibah juga bisa diberikan kepada pemerintah pusat. Mekanismen­ya juga bisa dimasukkan PAK. ’’Dasar hukum dan aturannya jelas dan ini solusi bagi kekurangan blangko KTP selama ini,’’ jelas politikus PSI itu.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia