Banyak Yang Curhat, Pos Gakkum Layaknya Ruang Konsultasi
Personel yang berjaga di pos penegakan hukum (gakkum) tidak hanya berbicara tilang. Mereka juga melayani banyak cerita. Saking banyaknya, ratusan orang bisa curhat dalam sehari.
Jawa Pos
WAJAH yang dihiasi senyum seakan menjadi perintah tugas bagi para personel Satlantas Polrestabes Surabaya di pos penegakan hukum (gakkum). Sambil menyapa ramah, mereka melayani para pelanggar yang memverifikasi pelanggaran ke Mal Pelayanan Publik Siola. Di gedung milik Pemkot Surabaya itu, hampir sebulan pos pelayanan electronic traffic law enforcement (e-TLE) mulai berfungsi. Puluhan hingga ratusan orang mendatangi pos tersebut Senin–Sabtu.
Di sana petugas bersiap sejak pukul 08.00. Enam layar komputer tersebut difungsikan untuk verifikasi. Tiap meja personel dilengkapi dua layar monitor. Satu menghadap ke petugas dan satunya ke pelanggar.
Tumpukan surat tilang diletakkan di kanan layar. Bukan hanya itu, 1,5 liter air mineral juga selalu ada di bawah meja setiap personel. Khusus pelayanan e-TLE, ada dua tim yang berjaga secara bergantian. Setiap tim terdiri atas tiga orang.
’’Nomor antrean 1, silakan,’’ kata Aipda Denny Reksiono, salah satu personel Satlantas Polrestabes Surabaya, Sabtu (1/2)
J
Dia lantas mempersilakan pengunjung yang bermaksud memverifikasi pelanggaran yang dialamatkan kepadanya. Para pengunjung itu datang setelah mendapatkan surat yang dikirimkan via pos.
Denny menawarkan apa yang bisa dibantu. Warga bernama Adhida Wahyu S. ingin memverifikasi berkasnya. Denny pun memintanya membuka amplop cokelat. Dia mempersilakan Adhida untuk melihat layar monitor di depan kursi para pelanggar. Tujuannya, memperlihatkan rekaman perbuatan pelanggaran lalu lintas.
Tidak lama setelah diminta, Adhi –sapaan Adhida– menanyakan pelanggarannya.
Kebetulan Adhi tidak tahu pelanggaran yang diperbuat. Adhi beralasan, kertas yang diterima tidak begitu jelas dalam menjelaskan gambarnya. Denny lantas mengarahkan Adhi agar melihat layar tersebut. ’’Coba dicek di depan layar itu, kita lihat sama-sama, Pak,’’ ucapnya.
Setelah ditonton bersama, Denny berusaha berdiskusi dengan rekannya yang lain, Bripda Hariawan Triatmoko. Nah, setelah berdiskusi dengan Hariawan, Denny mengambil kesimpulan. Ternyata tidak ada pelanggaran apa pun dalam rekaman itu. Dia berusaha memperbesar capture gambar tersebut, kemudian mengamatinya lagi sembari mendengarkan pertanyaan bertubi-tubi dari Adhi. ’’Ini, Pak, setelah dilihat, ternyata memang tidak ada pelanggaran. Karena yang tertangkap kamera tadi cuma jok yang terlihat seperti sosok orang. Jadi, tidak kami tilang,’’ ujar Denny, lantas tersenyum.
Wajah Adhi pun semringah, tampak lega. Dia bahagia karena tidak jadi ditilang. Namun, Adhi tidak langsung meninggalkan tempat duduknya. Pria yang tinggal di Jalan Pogot itu masih menanyakan beberapa bentuk pelanggaran. Misalnya, batasan kecepatan dan markah. ’’Ya, bapak kalau terlalu kencang, di atas 60 kilometer per jam, ketilang, Pak. Kalau rambu sudah kuning, lebih baik berhenti,’’ ucap Denny.
Personel yang berjaga Sabtu pagi itu bukan hanya Denny dan Hariawan. Masih ada empat orang lainnya. Mereka adalah Bagus Artha, Aris Hendri Mustofa, Dadang W.S., dan Dhimas Afriajana.
Setiap personel punya cerita masing-masing. Misalnya, yang diceritakan Aris. Personel kelahiran Blitar itu memang paling sering dicurhati pelanggar. Alasannya, wajah yang tidak terlihat garang dan murah senyum menjadikan para pelanggar tidak sungkan untuk bercerita. Pelanggar pun rela menghabiskan waktu 15–20 menit untuk duduk dan berbincang bersama Aris.
Aris menceritakan, selama ini yang sering datang bukan ibuibu. Melainkan kaum Adam. Mereka rata-rata sambat soal ketidaktahuannya. Bahkan, ada yang ngeyel saat terbukti melakukan pelanggaran. ’’Untung aku sabar, Mas, nek gak ngono wes tak kongkon gentian karo pelanggar yang lain,’’ ucap Aris, lalutertawasambilmenggelengkan kepalanya.
Bagi dia, layanan penegakan hukum di Siola layaknya tempat konsultasi. Masyarakat yang khawatir juga datang untuk sekadar bertanya mengenai pelanggaran dan teknis pengurusan tilang. Yang paling sering, kata Aris, pertanyaan seputar pelanggaran lampu merah dan markah lajur.
Saking tidak percayanya, lanjut Aris, dirinya terpaksa mengeluarkan jurus terakhir. Yakni, memutar video yang terekam CCTV tilang. Tak ayal, pengendara yang berdebat panjang dan bercerita itu langsung berhenti.
’’Wes tak puterno videone ae Mas nek wes kadung ngeyel. Terus saya beri informasi seputar pelanggarannya,’’ ucapnya.
Cerita lainnya berasal dari Dadang. Personel satuan lalu lintas yang bermarkas di Satpas Colombo itu juga menerima banyak keluhan dan cerita. Ketika itu dia menilang seseorang.
Nah, orang yang ditilang beralasan bahwa ada keluarganya yang sakit sehingga terburuburu. Bahkan, pelanggar tersebut terus tetap bersikukuh dengan alasannya. Dia minta diberi dispensasi agar tidak ditilang. Namun, hal itu tidak bisa dilakukan Dadang. ’’Mau kasihan, tapi tetap aturan. Masalahnya bukan orang yang menilang. Itu elektronik, gak punya hati, jadi tetep aturannya berlaku,’’ paparnya.
Dadang pun hanya bisa memberikan pengertian. Dia meminta maaf karena menilang pelanggar tersebut. Dia meminta pengemudi itu tetap berkendara dengan tertib. Meski ada sesuatu mendesak. ’’Pesan saya hanya seperti itu, Mas. Banyak di sini kasus kayak gitu. Tapi gak bisa buat apaapa saya karena memang sudah aturannya,’’ jelasnya.
Pelayanan itu berjalan pukul 08.00–15.00. Pada saat pukul 12.00, personel secara bergantian istirahat. Mereka bergiliran keluar. Jika satu personel keluar, dua lainnya melayani para pelanggar. Selain itu, mereka mengisi waktu dengan saling menghibur di tengah padatnya pelayanan ke masyarakat.