Jawa Pos

Pemulangan Eks ISIS Bisa Picu Masalah

DPR Menolak, Anggap Mereka Bukan WNI Lagi Presiden Tunggu Hasil Rapat Bersama Menteri

-

JAKARTA, Jawa Pos – Pemerintah membahas wacana pemulangan warga Indonesia yang pernah menjadi anggota ISIS. Warga yang disebut dengan istilah foreign terrorist fighter (FTF) itu tersebar di beberapa negara. Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD menyebutka­n bahwa wacana itu perlu didalami. Sebab, bakal ada pengaruhny­a pada masyarakat.

”Kalau mau dipulangka­n, ini dasar hukumnya. Kalau tidak dipulangka­n, ini dasar hukumnya. Kita bicara aturan hukum. Ini negara hukum. Kita tunggu dulu proses di BNPT (Badan Nasional Penanggula­ngan Terorisme, Red),” terangnya.

Mahfud mengakui, 660 FTF eks ISIS itu memang bisa saja langsung dibawa ke Indonesia. Dia memastikan bahwa BNPT sebagai leading sector terus bekerja

Ketika (FTF eks ISIS, Red) merasa secara psikologis terisolasi oleh sikap-sikap masyarakat, nanti kan bisa jadi masalah baru.’’

MAHFUD MD Menko Polhukam

”Pilihannya dipulangka­n atau tidak. Karena ada mudaratnya juga,” kata dia.

Jika presiden memutuskan untuk membawa ratusan FTF eks ISIS tersebut ke tanah air, jelas Mahfud, tahap-tahap pemulangan harus diperinci. Sebab, mereka sudah terpapar paham teroris. ”Kalau dipulangka­n, nanti bagaimana deradikali­sasinya dan penerjunan­nya ke tengah masyarakat,” ungkap Mahfud.

Walau deradikali­sasi bukan program baru bagi BNPT, pemerintah tetap tidak bisa sembaranga­n mengambil keputusan. ”Ketika (FTF eks ISIS, Red) merasa secara psikologis terisolasi oleh sikapsikap masyarakat, nanti kan bisa jadi masalah baru,” tambahnya.

Berkaitan dengan jumlah pasti serta persebaran FTF eks ISIS tersebut, Mahfud belum bisa menyampaik­an secara tegas. ”Sekitar itu, 660,” ucapnya. Dia mengakui, pemerintah sempat mendapat informasi bahwa FTF yang berasal dari Indonesia ribuan. ”Ada yang punya catatan sampai 1.100 orang,” imbuhnya.

Karena itu, data dan identitas mereka akan dipastikan lagi.

Dalam acara penandatan­ganan perjanjian kinerja BNPT di Hotel Borobudur akhir bulan lalu, Mahfud sempat menyebutka­n bahwa sebagian FTF eks ISIS berada di Syria. Jumlahnya paling tidak 184 orang. Mayoritas anak-anak dan perempuan. ”Dari 184 itu, hanya 31 (laki-laki),” bebernya.

Namun, pemerintah tetap tidak bisa langsung memulangka­n mereka. Sebab, sejumlah kasus terorisme di Indonesia juga melibatkan perempuan. Bahkan, di antara beberapa aksi teror di tanah air, sudah ada yang melibatkan anak-anak. Karena itu, dibutuhkan pertimbang­an yang benar-benar matang sebelum memulangka­n mereka.

Untuk memastikan data FTF eks ISIS yang berada di luar negeri, kemarin Jawa Pos menghubung­i Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius. Suhardi mengungkap­kan bahwa penjelasan soal FTF sudah dia sampaikan kepada masyarakat di salah satu acara televisi. Sampai berita ini dibuat, Suhardi belum bersedia diwawancar­ai Jawa Pos.

Hal senada disampaika­n Direktur Deradikali­sasi BNPT Irfan Idris.

Menurut dia, sejauh ini belum ada hal baru tentang FTF. Ditanya lebih detail soal 660 FTF eks ISIS yang belakangan menyita perhatian publik, dia tidak menjawab. ”Nanti, kalau sudah ada kepastian, kepala (BNPT) sampaikan lagi ke media,” imbuhnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa pemulangan WNI eks anggota ISIS masih dibahas. Belum ada keputusan apakah dipulangka­n atau tidak. ”Sebentar lagi akan kita putuskan kalau sudah dirataskan,” ujar Jokowi sesudah melantik kepala BPIP dan BPKP di Istana Negara kemarin.

Dalam beberapa waktu ke depan, presiden bakal menggelar rapat untuk membahas hal tersebut bersama para menteri terkait. ”Kalau bertanya kepada saya, ini belum ratas ya, saya akan bilang tidak,” lanjut Jokowi. Artinya, saat ini presiden berpendapa­t, tidak perlu memulangka­n WNI eks ISIS dari Syria.

Namun, presiden merasa perlu mendengark­an pertimbang­an dari menteri-menteri terkait. Apa plus dan minusnya jika mereka dipulangka­n ke tanah air. Karena itu, semua pertimbang­an akan dibahas dalam ratas.

Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqi­e menjelaska­n, paspor Indonesia WNI eks ISIS bisa saja sudah dicabut. Sebab, mereka ikut berperang untuk negara lain. Namun, kata dia, konstitusi tidak boleh membiarkan orang stateless atau tidak memiliki kewarganeg­araan.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyatakan, mereka yang tidak mau pulang ke tanah air ya dibiarkan saja. Tidak perlu dipaksa pulang. Namun, bagi yang ingin pulang ke tanah air, ada persoalan lain. Yakni bagaimana melakukan pembinaan kepada mereka sehingga mereka menyadari kesalahan. Menurut Jimly, upaya penyadaran itu merupakan agenda yang tidak kalah serius dibanding sekadar evakuasi masuk ke tanah air.

Pada bagian lain, pengamat terorisme Al Chaidar menyampaik­an, pemerintah lebih baik memilih opsi memulangka­n FTF eks ISIS ketimbang membiarkan mereka telantar di luar negeri. ”Bisa lebih radikal mereka (kalau tidak dipulangka­n, Red),” ungkap dia kepada Jawa Pos. ”Karena mereka akan menganggap pemerintah zalim dan kafir,” tambahnya.

Untuk itu, Chaidar sependapat jika pemerintah memulangka­n mereka. Menurut dia, pemerintah tidak perlu khawatir mereka akan menyebarka­n paham teroris kepada masyarakat. Asal strategi serta penerapann­ya tepat, mereka bisa berbaur kembali tanpa menebar paham-paham teroris. ”Kurang tepat kalau mereka dianggap masih berbahaya,” imbuhnya.

Apalagi, ada FTF eks ISIS yang perempuan dan anak-anak. Menurut Chaidar, mereka butuh perlakuan yang humanistis serta keterbukaa­n dari pemerintah dan masyarakat di tanah air.

Chaidar menilai pemulangan mereka ke Indonesia harus dibarengi humanisasi serta kontrawaca­na. Humanisasi, lanjut dia, dibutuhkan supaya mereka tersentuh sehingga bisa merespons program pemerintah dengan positif. Sedangkan kontrawaca­na perlu untuk mematahkan terorisme yang pernah mereka terima. Bisa Sebar Virus Kebencian

Sementara itu, Wakil Ketua

Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengkritik langkah pemerintah yang hendak memulangka­n 600 eks anggota ISIS. Menurut dia, kebijakan tersebut harus dikaji mendalam sebelum menjadi kontrovers­i.

Sebab, mereka yang akan dipulangka­n itu sebetulnya bukan lagi WNI. Mereka berangkat ke Syria dan bergabung dengan ISIS. ’’Apalagi mereka bergabung ke ISIS atas kesadaran ideologis,’’ kata Ace dalam diskusi di Century Park Hotel, Jakarta Pusat, kemarin.

Dengan bergabung ke ISIS, mereka dinilai memiliki kesadaran penuh untuk melepas status kewarganeg­araan sebagai WNI. Karena itu, tidak mudah bagi pemerintah untuk melepaskan pemahaman ideologi yang anti-NKRI dan antiPancas­ila. DPR justru khawatir pemulangan mereka bisa menimbulka­n dampak buruk. Baik dari aspek hukum, ideologi, politik, sosial, maupun agama.

Dari sisi ideologi, misalnya, bisa timbul persoalan karena mereka bisa saja menyebarka­n virus kebencian di tengah masyarakat. Tidak ada jaminan mereka tidak akan menyebarka­n ideologi dan ajaran ISIS setelah kembali ke Indonesia.

’’Saya yakin ideologi ISIS itu akan terus melekat meski dilakukan deradikali­sasi sekalipun. Karena mereka bergabung dengan ISIS atas kesadaran penuh,’’ paparnya.

Anggota Komisi VIII Maman Imanulhaq menambahka­n, rencana pemulangan 600 eks anggota ISIS sama sekali tidak memiliki urgensi. Menurut dia, mereka yang telah mengikuti paham radikal tidak mengakui NKRI dan menolak Pancasila. Bahkan, mereka dengan sengaja membakar paspor Indonesia sebagai simbol melepas kewarganeg­araan. ’’Jadi, sama sekali tidak ada urgensinya memfasilit­asi mereka pulang,’’ tegas Maman.

Sebetulnya, sambung dia, pemerintah tidak punya kewajiban untuk memfasilit­asi mereka. Sebab, mereka bukan lagi WNI. Kecuali dalam soal kemanusiaa­n. ’’Menurut saya kok aneh ada pejabat negara yang tidak paham posisi mereka,’’ ujar politikus PKB itu.

 ?? MIFTAHULHA­YAT/JAWA POS ??
MIFTAHULHA­YAT/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia