Jawa Pos

Sinergikan Batik dengan Unsur Modern

Denny Djoewardi Hanya Pilih Cap dan Tulis

-

SURABAYA, Jawa Pos – Di tangan desainer Denny Djoewardi, batik tak selalu identik dengan kuno ataupun tradisiona­l. Sebab, pria asli Surabaya itu mampu membuat sebuah batik bersinergi harmonis dengan unsur modern. Tujuannya, anak muda tidak enggan memakai pakaian khas tanah air tersebut. ”Indonesia surga batik. Kalau bukan kita yang melestarik­an, siapa lagi?” ujarnya saat ditemui kemarin (5/2).

Karena itulah, sejak beberapa tahun belakangan ini, dia fokus merancang busana batik readyto-wear dengan gaya kasual. Target market-nya adalah remaja sampai ibu-ibu muda. Denny melakukann­ya untuk memajukan batik Jawa Timur. ”Menurut saya, kalau ingin memopulerk­an batik, caranya ya harus membuat baju-baju yang bisa dipakai sehari-hari oleh masyarakat. Tak harus dengan desain yang kaku,” tutur ayah tiga anak itu.

Dalam batik ready-to-wear karya Denny, selalu ditonjolka­n batik tulis dan batik cap. ”Kami tidak jual batik printing karena itu bukan batik. Sebab, tidak melewati proses plorotan ataupun pewarnaan yang menggunaka­n canting,” ungkap alumnus Universita­s Kristen Petra tersebut.

Denny juga mengakui bahwa inspirasin­ya dalam membuat desain batik berasal dari mana saja. Antara lain, ketika traveling ke pelosok-pelosok ataupun dari buku. ”Yang jelas, saya selalu rutin update tren dan warna yang akan diminati market tahun depan agar model yang kami keluarkan bisa diterima pasar,” kata Denny yang saat ini menjabat ketua Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia Jatim sekaligus ketua Asosiasi Profesi Batik dan Tenun Nusantara Buana Jatim.

Ada beberapa hal yang selalu jadi fokus pria berusia 65 tahun itu ketika membuat batik bergaya kasual. Pertama, desain busana harus simpel, tidak neko-neko, namun tetap elegan. Kedua, warnanya harus disesuaika­n dengan kalangan milenial. Karena itu, Denny selalu membuat batik dengan warna sederhana dan tidak macam-macam agar terlihat lebih modern. Ketiga, detail batik juga harus dibuat minimalis agar memiliki harga yang terjangkau bagi milenial. ”Sebab, pada intinya, kalau remaja dikasih batik yang ruwet, pasti akan merasa seperti orang tua,” jelas lelaki yang juga sering diminta menjadi pembicara di sekolah-sekolah fashion itu.

Tidak hanya merancang busana untuk anak muda, Denny dan asosiasiny­a juga telah melakukan berbagai hal demi mengangkat derajat batik Indonesia. Misalnya, rutin mengadakan pelatihan membatik dan mendesain ke berbagai sekolah mode, SMP, SMA, dan SMK. Pihaknya juga sering mengadakan fashion show yang menampilka­n busana modern batik dan busana muslim batik untuk daily activity. Ke depan pihaknya bekerja sama dengan mega grosir ITC untuk membuat satu toko khusus sentra batik UKM Jatim. ”Sampai kapan pun saya akan selalu berkarya memopulerk­an batik-batik Nusantara,” ucapnya.

 ??  ?? READY-TO-WEAR: Denny Djoewardi menunjukka­n salah satu baju rancangann­ya yang menggunaka­n batik.
READY-TO-WEAR: Denny Djoewardi menunjukka­n salah satu baju rancangann­ya yang menggunaka­n batik.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia