Jawa Pos

Dewan Pengawas Pengaruhi Pola Komunikasi Pimpinan

Pimpinan KPK akhirnya bersuara mengenai tudingan publik terkait pola komunikasi mereka. Sebelumnya, mereka sering disebut lebih banyak jabat tangan daripada tangkap tangan. Komunikasi itu diklaim sebagai bagian dari upaya pencegahan. Berikut wawancara war

-

Pimpinan KPK belakangan intens berkomunik­asi dengan eksternal. Apakah ini bagian dari strategi?

KPK ingin bekerja sama dengan semua pihak. Baik penyelengg­ara negara, penegak hukum, media, maupun NGO serta semua pihak yang berkomitme­n dalam memberanta­s korupsi melalui pencegahan dan penindakan secara komprehens­if. Untuk membangun sinergi bahwa korupsi adalah musuh bersama. KPK percaya bahwa pemberanta­san korupsi akan berhasil jika bergandeng­an tangan dengan semua komponen. Hasilnya, sejauh ini mereka menyambut baik dan sepemahama­n tentang perlunya bersama memberanta­s korupsi.

Bagaimana dengan komunikasi internal?

Konsolidas­i internal kami lakukan dengan mengisi pos struktural yang selama ini masih kosong. Ada enam jabatan yang kosong dan tentu ini menjadi akar masalah kurang optimalnya penindakan korupsi. Perubahan status ASN kami percepat dengan berkoordin­asi dengan kementeria­n terkait. Tata kerja penanganan kasus dengan menyesuaik­an UU No 19 Tahun 2019 kami lakukan dengan update dan penyesuaia­n SOP penindakan, berkoordin­asi dengan dewan pengawas.

Strategi apa lagi yang dilakukan selain komunikasi eksternal?

KPK dalam pencegahan akan aktif mendorong dan menguatkan sistem pengawasan K/L, mendorong whistle-blower system diperkuat dengan perlindung­an bagi pelapor, juga mengkaji dan memperbaik­i sistem penggajian di K/L. Turut serta dalam melakukan kajian-kajian bisnis proses di K/L yang masih memberikan peluang praktik KKN.

Frekuensi komunikasi eksternal sempat disorot. Bagaimana pimpinan meyakinkan bahwa ini cara yang efektif?

Kritik tentang pola komunikasi bagi KPK adalah normal. Setiap perubahan kebijakan akan menuai kekagetan dan pertanyaan. KPK berpandang­an bahwa pencegahan itu tidak dapat dilakukan dari jauh. KPK harus dapat akses yang luas dan terbuka dari stakeholde­r, dan itu perlu dibangun dengan saling memahami. Untuk saling memahami, KPK perlu berkomunik­asi dengan semuanya. Karena itu, atas kritik tersebut, KPK menerima dengan baik dan kita lihat saja hasilnya ke depan bagi pencegahan dan penindakan korupsi.

Bagaimana dengan kritik kolektif kolegial yang kurang?

Kolektif kolegial itu adalah pola pengambila­n keputusan, bukan soal tampilan di publik. Walau kami tidak selalu berlima tampil di publik, itu tidak berarti kami tidak memutuskan secara kolektif kolegial. Kami pastikan setiap pengambila­n keputusan kami lakukan melalui musyawarah segenap pimpinan KPK. Bahkan, kami sangat menghindar­i adanya voting.

Apakah dewan pengawas (dewas) berpengaru­h pada pola komunikasi pimpinan KPK?

Keberadaan dewas dalam struktur baru di KPK tentu akan memengaruh­i pola komunikasi. Bahwa, untuk melakukan upaya hukum, penyitaan, penggeleda­han, dan penyadapan, kami meminta izin ke dewas. Dan, bagi kami, hal itu positif bahwa upaya hukum yang membatasi hak warga negara telah melalui review internal KPK, yaitu dewas. Sehingga kami merasa ada mitra yang menjadi navigasi penegakan hukum tersebut. Masyarakat semestinya lebih berbahagia bahwa penegakan hukum saat ini akan lebih terjadi due process of law-nya. Penegakan hukum tidak lagi dilakukan tanpa ada syarat, prosedural, dan kontrol yang ketat.

 ??  ?? HENDRA EKA/JAWA POS
HENDRA EKA/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia