Jawa Pos

Efek Jera Vonis DKPP

-

Selama 1,5 bulan terakhir, Dewan Kehormatan Penyelengg­ara Pemilu (DKPP) telah memecat 21 penyelengg­ara pemilu. Mereka diberhenti­kan karena melakukan pelanggara­n etik. Ada pelanggara­n yang terkesan konyol, ada pula yang benar-benar sangat keterlalua­n.

Misalnya, dalam sidang terakhir yang dilaksanak­an DKPP Rabu lalu (12/2), jumlah penyelengg­ara pemilu yang dipecat mencapai 12 orang. Satu orang diberhenti­kan karena meminta fasilitas penerbanga­n kepada peserta pemilu. Satu orang lagi karena menjalin asmara terlarang. Mungkin yang seperti itu masih bisa disebut ”pelanggara­n etik saja” (meskipun masuk kategori berat). Sebab, belum terlihat secara langsung dampaknya terhadap hasil pemilu.

Beda halnya dengan yang dilakukan oleh sembilan penyelengg­ara pemilu lainnya. Mereka berani mengubah perolehan suara caleg dan parpol. Perbuatan itu sangat kurang ajar dan bisa mendelegit­imasi proses demokrasi. Lima komisioner KPU Intan Jaya, Papua, terbukti secara bersama-sama mengalihka­n perolehan suara caleg dalam pelaksanaa­n Pemilu 2019. Hal yang sama dilakukan oleh dua komisioner dan dua staf operator Situng KPU Kabupaten Keerom, Papua.

Dalam sidang sepekan sebelumnya, DKPP juga memecat dua komisioner dari dua KPU kabupaten. Yang satu dipecat karena mengalihka­n perolehan suara caleg, satu lagi mengubah hasil rekapitula­si suara di tingkat kabupaten.

Mengubah perolehan suara pemilu jelas bukan sekadar pelanggara­n etik yang bisa dibikin jera dengan pemecatan. Seharusnya pelanggara­n semacam itu juga direkomend­asikan masuk ranah pidana. Bahwa pelanggara­n itu punya kaitan dengan politik uang, sulit dibantah. Sudah seharusnya UU memasukkan pelanggara­n semacam itu sebagai pidana pemilu.

Kasus yang menimpa Komisioner KPU Wahyu Setiawan saja sudah bisa masuk ranah pidana. Bahkan ditangani KPK. Padahal, politik uang dalam kasus tersebut belum berhasil pada tujuan akhir. Yakni, mengubah pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dengan menerabas aturan dalam UU Pemilu.

Sementara itu, pada kasus yang disidangka­n oleh DKPP, politik uang tidak terlihat. Namun, bentuk pelanggara­n yang mungkin juga diawali

money politics itu justru benar-benar telah terjadi. Maka, yang seperti itu sebenarnya lebih layak dipidana.

Mandala Shoji, artis yang menjadi caleg DPR dari PAN, pernah divonis tiga bulan penjara gara-gara kasus money politics. Padahal, dia hanya membagikan voucher berhadiah umrah kepada warga. Seharusnya hukuman untuk ”pelanggara­n transaksio­nal” yang dilakukan oleh penyelengg­ara pemilu dengan mengubah hasil perolehan suara jauh lebih berat. Jangan hanya sebatas pemecatan.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia