Regulasi Hambat Pertumbuhan IHT
SURABAYA, Jawa Pos – Kendati pemerintah telah berhasil menekan peredaran rokok ilegal, industri hasil tembakau (IHT) belum bergairah. Pasalnya, banyak regulasi yang menghambat sektor tersebut. Salah satunya adalah Perpres 18/2020 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024.
Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Surabaya Sulami Bahar mengatakan bahwa RPJMN mengandung klausul-klausul yang mengancam eksistensi industri rokok. ”Pemerintah akan terus menggali potensi penerimaan melalui penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau (HT), peningkatan tarif cukai HT, dan ekstensifikasi barang kena cukai,” tegasnya kemarin (13/2).
Gapero menyatakan sangat keberatan dengan kenaikan tarif cukai. Sebab, kebijakan tersebut meningkatkan kembali peredaran rokok ilegal. Juga, mematikan industri rokok itu sendiri. Menurut Sulami, pihaknya sudah melakukan berbagai upaya, tapi tidak ada hasilnya.
Selain itu, RPJMN mengeluhkan rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. ”PP 109 ini sudah pas dan sesuai dengan kondisi industri rokok Indonesia. Tapi, kenapa kok harus direvisi lagi dengan perubahan yang memberatkan?” kritik Sulami.
Gapero menyoroti tiga poin revisi PP 109 yang dianggap tidak relevan. Salah satunya, mengenai pembesaran gambar peringatan kesehatan, dari 40 persen menjadi 90 persen. Itu, menurut Sulami, akan membuat identitas produk tertutup.
Meski banyak kebijakan yang kontra, Gapero tetap mengapresiasi upaya pemerintah memerangi rokok ilegal. Menurut dia, tren peredaran rokok ilegal terus menurun.