JANGAN BANDINGAN DENGAN ANAK LAIN
Bunda, pernah enggak membandingkan begini: ngelihat anak tetangga sudah bisa mengeja alfabet, sedangkan anak sendiri kok belum sih. Duuuh, gemes. Padahal, usia mereka sama. Tenang, tenang, Bun. Coba koreksi, apakah stimulasi untuk anak Anda sudah benar?
KESEHATAN fisik, pemenuhan nutrisi, dan stimulasi kecerdasan. Tiga hal itu menjadi kunci tumbuh kembang anak. Prof Dr dr Soedjatmiko SpA(K) MSi mengungkapkan, orang tua bisa memberikan stimulasi kepada anak sejak usia berapa pun. Terutama pada seribu hari pertama kehidupan anak.
Sayangnya, berdasar survei TheAsianparent Indonesia, ada 5 persen ibu yang berpendapat bahwa seribu hari pertama kehidupan anak tidak terlalu penting. Ada yang beranggapan bahwa seribu hari pertama kehidupan anak adalah rentang waktu terjadinya pembuahan hingga anak berusia 24 bulan. Ada pula yang menyebut usia 1–5 tahun sama dengan 1.000 hari pertama kehidupan anak. Pada masa ini, Prof Soedjatmiko mengatakan, perkembangan otak berlangsung sangat cepat.
Yang jelas, stimulasi dari orang tua memengaruhi kecerdasannya di berbagai aspek. ”Entah itu berkaitan dengan angka, kemampuan berkomunikasi, dan gerak tubuhnya,” jelas dokter spesialis anak tersebut saat ditemui pada 27 Januari lalu di FK Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta.
Sayangnya, orang tua kerap kesal melihat anak adem ayem saat ada stimulasi dari ayah atau bunda. Pria kelahiran Magelang, Jawa Tengah, itu meminta ayah dan bunda tak menyerah begitu saja. Sebab, kemampuan anak berbeda-beda dalam merespons rangsangan. ”Terus kasih stimulasi, jangan ditunda-tunda. Sebab, setiap menit, otak anak berkembang terus,” ucapnya.
Guru besar kesehatan anak dari FK Universitas Indonesia tersebut menuturkan, jika anak lama ”panas”, orang tua tak boleh memaksanya. Apalagi sampai marah atau memukul si kecil.
Buah hati, menurut dia, memiliki daya ingat yang kuat. Orang tua mesti lebih bijak ketika berekspresi. ”Segera bawa anak Anda kepada orang yang expert di bidang tumbuh dan kembang anak. Jangan mengedepankan emosi atau malah sibuk membandingkan anak sendiri dengan anak orang lain,” sarannya.
Menurut Prof Soedjatmiko, banyak faktor yang memengaruhi respons anak saat diberi stimulasi. Bukan hanya bentuk stimulasi yang dipermasalahkan, respons si mungil sangat dipengaruhi nutrisi yang diterima. ”Apakah makanan untuk anak mengandung nutrisi yang cukup? Kalau
nggak, ya percuma,” jelasnya. Terpisah, psikolog anak Imelda Christy mengungkapkan bahwa kata kunci dari memberikan stimulasi kepada anak adalah rasa senang (happy). Orang tua tidak boleh bersikap seperti diktator meski anak lamban merespons rangsangan dari orang tua. ”Pukul 10.00, kita main ini, stimulasi motorik halus. Siang, kita main motorik kasar. Sementara itu, anak melakukannya sambil ngerasa ketakutan. Ya percuma,” tuturnya saat diwawancarai pada Rabu (5/2).
Alumnus Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya Jakarta itu menyebutkan, banyak bentuk stimulasi untuk anak. Dia lantas memisahkannya sesuai usia. Saat anak berumur 1–2 tahun, orang tua dapat mengajak si kecil membereskan mainan, membaca cerita, serta bernyanyi bersama.
Kemudian, ketika anak berusia 2–3 tahun, orang tua bisa membiasakan si kecil makan sendiri, belajar mencuci tangan, hingga beribadah secara teratur. ”Kalau masuk umur 3–5 tahun, coba deh anak didorong untuk bersosialisasi, mendengarkan cerita, hingga mengenal warna dengan menggambar,” jelas Imelda.