Jawa Pos

Adaptasi Terbaik

Little Women sudah tujuh kali diadaptasi menjadi film. Yang terbaru dan bold adalah karya sutradara Greta Gerwig yang menghadirk­an jajaran cast aktris perempuan kelas atas.

-

FILM yang memenangi Desain Kostum Terbaik Oscar 2020 ini berkisah tentang hidup empat gadis berkulit putih di Massachuse­tts pasca-Perang Dunia. Diangkat dari novel klasik karya Louisa May Alcott yang diterbitka­n pada 1868 silam.

Empat bersaudara itu adalah Jo (Saoirse Ronan), Amy (Florence Pugh), Meg (Emma Watson), dan Beth (Eliza Scanlen). Mereka tinggal bersama sang ibu yang biasa dipanggil Marmee (Laura Dern) dan penjaga rumah mereka, Hannah (Jayne Houdyshell). Sementara itu, sang ayah (Bob Odenkirk) masih berada di medan perang.

Keluarga kecil itu sangat harmonis dengan bakat dan karakter masingmasi­ng. Meg, anak tertua, jago bermain peran. Kemudian, Jo adalah penulis yang kelak menjadi sukses, Beth pandai bermain piano, dan Amy, anak bungsu, adalah seniman lukis. Sejak kecil, mereka tak terpisahka­n. Terlebih dengan kehadiran tetangga mereka, Theodore (Timothy Chalamet), yang membuat suasana semakin seru.

Hingga mereka sadar masa kecil telah berakhir dan mulai menjalani kehidupan masing-masing. Jo pergi ke New York untuk mewujudkan mimpinya, Amy ikut Bibi March (Meryl Streep) yang kaya ke Eropa, dan Meg menikah dengan guru matematika Theodore, John Brooke (James Norton). Mereka kembali disatukan karena sebuah tragedi memilukan. Sementara itu, Jo yang ingin mendobrak batasan sosial perempuan mulai mempertany­akan arti cinta dan mewujudkan cita-citanya yang berbeda dari keempat saudarinya.

Gerwig –yang tak hanya menjadi sutradara, tapi juga penulis skenario– berhasil menyajikan adaptasi Little Women dengan segar dan hangat. Dia menyeimban­gkan empat karakter perempuan dengan baik meski tokoh utamanya tetaplah Jo. Berbeda dengan adaptasi sebelumnya yang terlalu fokus dengan karakter Jo. Bisa dibilang ini adalah adaptasi Little Women terbaik.

’’Kali ini, kita bisa tahu Amy, Meg, dan bahkan Beth lebih banyak dari biasanya, yang mana menghasilk­an babak ketiga yang lebih masuk akal dan terasa lebih organik dibandingk­an versi lain,’’ komentar Alonso Duralde, kolumnis The Wrap.

Gerwig mempertaha­nkan materi asli dari novel karya Alcott. Namun dengan halus memasukkan sentuhan kreativita­s dan pandangann­ya soal feminisme di dalam dialog tanpa berlebihan. Meski begitu, pesan feminismen­ya pun tersampaik­an dengan baik. ’’Gerwig menyimpan narasinya yang paling mengesanka­n di bagian akhir,’’ komentar Helen O’hara, kolumnis Empire.

Tidak perlu ditanya bagaimana bagusnya akting empat aktris itu, Ronan, Pugh, Scanlen, dan Watson. Keempatnya memiliki ikatan yang kuat sehingga menghasilk­an suasana kekeluarga­an yang begitu kental. Terutama Ronan dan Pugh yang memerankan karakter paling menonjol serta memiliki konflik cukup rumit. ’’Ronan dan Pugh sangat spektakule­r, seperti biasa. Dan seluruh pemain lainnya naik level,’’ komentar Scott Mendelson, kolumnis Forbes.

Jangan lupa dengan betapa memesonany­a sosok Chalamet dalam film ini. ’’Jika tidak terkena hype Chalamet setelah film Call Me By Your Name dan Lady Bird (yang dibintangi­nya, Red), Anda akan mendapatka­nnya dalam film ini,’’ tulis Brian Truitt, kolumnis USA Today.

 ?? COLUMBIA PICTURES ??
COLUMBIA PICTURES

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia