Terbukti Curi Listrik, Didenda Rp 2,5 Miliar
Terpidana Langsung Ajukan Banding
SURABAYA, Jawa Pos – PT Cahaya Indo Persada dan anak perusahaan UD Cipta Karya dihukum membayar denda Rp 2,5 miliar. Majelis hakim yang diketuai Anne Rusiana menyatakan bahwa perusahaan produsen sendok dan garpu di Jalan Margomulyo itu terbukti mencuri listrik dari PLN yang digunakan untuk operasional pabrik dalam memproduksi peralatan rumah tangga tersebut.
”Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana ketenagalistrikan,” ujar hakim Anne dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kemarin (13/2).
Terdakwa selaku korporasi dinyatakan bersalah lantaran melanggar pasal 55 ayat 1 jo pasal 51 ayat 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Denda sebesar itu harus dibayar terdakwa. ”Jika tidak sanggup membayar, aset terdakwa akan disita sesuai besaran denda,” katanya.
Modus pencurian listrik itu adalah memasang alat pengendali arus listrik di dalam meteran. Alat itulah yang membuat kWh meter tidak dapat mengukur daya listrik dengan baik. Alat itu dikendalikan dengan menggunakan remote dari jarak jauh. Akibatnya, automatic meter reading (AMR) di kantor PLN Surabaya Utara tidak dapat mengukur daya listrik yang digunakan perusahaan tersebut.
Meski perusahaan memakai daya listrik sebesar apa pun, meteran akan tetap menunjukkan minim pemakaian. Hal tersebut dilakukan untuk menyiasati pembayaran listrik. Listrik terus dipakai, tapi di meter mendekati nol, tidak jalan,” ujarnya.
Selain itu, segel meteran yang terpasang tidak teregistrasi di PLN. Meteran tersebut telah dibongkar tanpa sepengetahuan PLN, lalu ditanam alat pengendali arus. ”Di dalam ditemukan remote pengendali dan segel tidak sesuai ketentuan,” ucapnya.
Perusahaan yang memproduksi sendok dan garpu tersebut membutuhkan listrik dari PLN Rayon Tandes untuk operasional. Dari situlah perusahaan tersebut berbuat curang dengan mengakali besarnya pembayaran listrik.
Hasilnya, ditemukan kejanggalan atau anomali. Yakni, hilang tegangan dan arus penggunaan energi listrik pada jam-jam tertentu dengan pola tidak teratur. Terutama pada jam kerja terukur kecil, hampir mendekati nol. Menurut dia, itu tidak masuk akal karena pelanggan adalah pabrik yang beroperasi 24 jam.
Kedua pabrik tersebut menggunakan listrik tidak sesuai dengan yang dibayarkan dengan adanya alat pengendali tersebut. Hasil dari pengukuran meteran yang terpasang alat pengendali, tercatat listrik yang terpakai hanya 0,33 persen dari total listrik yang disalurkan PLN ke dua pabrik itu. PLN merugi 1.385 kVA listrik dengan nilai Rp 11,8 miliar untuk PT Cahaya Citra Alumindo. Sementara itu, untuk
UD Cipta Karya sebesar 147 kVA dengan nilai Rp 1,2 miliar. Dengan demikian, kerugian yang diderita PLN mencapai Rp 13 miliar.
Sementara itu, terdakwa langsung menyatakan banding. Pengacara terdakwa Rudolf Ferdi nand menyatakan keberatan dengan vonis tersebut. Dia yakin kliennya tidak mencuri listrik. Termasuk membongkar meteran untuk memasang alat pengendali listrik.
”Kesalahan bukan di pihak kami atau perusahaan kami. Tetapi di tahap awal bukti, bukti-bukti mengerucut di PLN sendiri. Seperti gembok pada kWh meter itu ternyata dibuka kunci dari PLN. Semua dari PLN. Kami tidak memasang itu dan PLN beberapa kali melakukan perubahan kWh selama kami tambah daya,” jelasnya.