Hun Sen Sambut Penumpang Westerdam
SIHANOUKVILLE, Jawa Pos – Tepuk tangan dan luapan kegembiraan memenuhi area pelabuhan di Sihanoukville, Kamboja, saat sebuah helikopter mendarat kemarin pagi (14/2). Di dalam kendaraan itu ada Perdana Menteri Kamboja Hun Sen. Dia datang langsung untuk menyambut para penumpang kapal pesiar Westerdam. Kapal yang dikelola Holland America Line tersebut sudah dua pekan di lautan.
’’Kami tidak memiliki kekayaan seperti negara-negara maju. Tapi, kami punya simpati kepada para penumpang yang terjebak di kapal,’’ ujar Hun Sen seperti dikutip Agence France-Presse.
Penumpang Westerdam memang sudah resah. Lima negara menolak saat kapal itu akan berlabuh. Itu terjadi karena Westerdam berlayar dari
Hongkong pada 1 Februari saat masa inkubasi Covid-19. Tidak ada penumpang yang menampakkan tanda-tanda tertular virus mematikan tersebut. Namun, Jepang, Taiwan, Filipina, wilayah otonomi AS Guam, dan Thailand kukuh menolak. Hanya Kamboja yang mau menerima.
Karena itulah, begitu boleh turun dari kapal, para penumpang gembira luar biasa. Beberapa bahkan bersimpuh dan bersujud saat menginjakkan kaki di daratan. Kegembiraan kian meluap karena kepala negara Kamboja Hun Sen menyambut mereka dengan hangat. Pemimpin yang berkuasa di Kamboja selama 35 tahun itu membagikan bunga kepada para penumpang untuk perayaan Valentine.
’’Saya dan istri saya memberinya (Hun Sen, Red) cokelat sebagai bentuk apresiasi kami,’’ ujar Lou Poandel, penumpang asal New Jersey.
Ada 1.455 penumpang dan 802 kru di dalam kapal tersebut. Tidak ada penumpang yang mengalami tandatanda telah tertular Covid-19. Ada penumpang yang mengeluh sakit perut, tapi hasil pemeriksaan juga negatif. Seluruh orang di dalam kapal akhirnya diperbolehkan turun.
Di tempat terpisah, virus di kapal pesiar Diamond Princess di Yokohama, Jepang, justru terus merebak. Kemarin ada 14 penumpang lagi yang positif tertular. Total sudah ada 218 orang yang terkena virus tersebut. Para penumpang berpendapat bahwa tingkat kebersihan yang kian minim dan isolasi di dalam kamar membuat mereka lebih gampang tertular.
Jepang akhirnya membuat kebijakan baru. Sebagian penumpang boleh turun dari kapal. Itu hanya berlaku untuk mereka yang berusia 80 tahun ke atas dan kesehatannya buruk atau berada di kabin bawah yang tidak berjendela.