Mitigasi Wabah Korona terhadap Perekonomian
Awasi Pariwisata, Perdagangan, dan Investasi
JAKARTA, Jawa Pos – Perekonomian Indonesia belum terdampak signifikan wabah korona meski tekanan terhadap perekonomian global meningkat. Tetapi, pemerintah tidak berpangku tangan. Beberapa langkah ditempuh untuk mengantisipasi dampak buruk persebaran virus yang kali pertama terdeteksi di Tiongkok tersebut.
Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Arif Baharudin menyatakan, sebagai salah satu mitra Tiongkok, Indonesia mempunyai peluang besar terdampak wabah korona di bidang ekonomi. Tekanan terhadap perekonomian, menurut dia, akan menjalar lewat sektor pariwisata, perdagangan internasional, dan aliran investasi.
Kendati demikian, Arif optimistis dampaknya terhadap perekonomian Indonesia tidak akan sebesar negara-negara tetangga. Misalnya, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Singapura. Sebab, peran Tiongkok terhadap perekonomian empat negara tersebut lebih besar ketimbang Indonesia.
’’Pertumbuhan ekonomi kita sangat didukung konsumsi. Pada kuartal I ini sudah diarahkan untuk mendorong konsumsi belanja negara. Maka, kita juga akan mendorong konsumsi rumah tangga,’’ ujarnya kemarin (14/2).
Dia menambahkan bahwa dampak wabah korona sudah terasa pada pergerakan arus orang dari Tiongkok ke Indonesia. Sebab, pemerintah menerapkan larangan penerbangan dari dan ke Negeri Panda tersebut. Pergerakan penumpang masuk mencapai puncak pada 25 Januari lalu. Setelah itu, angkanya turun drastis. Data terakhir menunjukkan kedatangan dari Tiongkok kurang dari 500 orang.
Selanjutnya, untuk mengukur dampak wabah korona pada transmisi perdagangan internasional, pemerintah perlu mencermati kinerja ekspor dan impor dua negara. Khususnya pada awal 2020. Pada periode tersebut, arus barang ke dan dari Tiongkok dipengaruhi banyak faktor. Salah satunya, Imlek.
Untuk mengamankan sektor pariwisata yang pasti terdampak kunjungan turis asal Tiongkok, pemerintah mempercepat pembangunan lima destinasi pariwisata superprioritas. Yakni, Danau Toba, Borobudur, Likupang, Labuan Bajo, dan Mandalika. ’’Pemerintah juga akan menyiapkan kebijakan fiskal dan nonfiskal untuk menstimulasi pariwisata,’’ jelasnya.
Antisipasi lain adalah mendorong dan mempercepat belanja padat karya untuk kegiatan produktif. Misalnya, belanja infrastruktur di pusat dan daerah. Peran APBN sebagai instrumen yang fleksibel dalam merespons situasi ekonomi
(countercyclical) juga diperkuat. ’’Pemerintah juga mempercepat penajaman program kredit usaha rakyat (KUR). Termasuk perluasan sasaran,’’ ungkapnya.
Mengenai penghentian impor sementara dari Tiongkok untuk jenis komoditas hewan hidup, para pelaku usaha mengaku tidak terlalu khawatir. ’’Hingga saat ini, yang terbanyak diimpor adalah baja dan barang-barang elektronik. Ekspor dan impor barang juga masih berjalan lancar, kecuali hewan hidup,’’ tutur Ketua Umum Gabungan Importer Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Anton Sihombing.
Impor hewan hidup dan produk hortikultura, menurut dia, memang terdampak. Wabah korona membuat para importer tak mau ambil risiko. Sebab, hewan dan buah-buahan merupakan produk yang sensitif terhadap isu penyakit. Kendati demikian, sejauh ini, harga barang-barang impor di pasaran masih stabil.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menganggap langkah antisipatif pemerintah sebagai hal yang wajar. Tetapi, dia berharap seluruh keputusan penghentian impor sementara itu disertai scientific evidence.
”Tapi, untuk komoditas lain, tentu perlu berhati-hati. Sebab, akan berpengaruh pada supply chain. Sampai sekarang, bahan baku dan bahan penolong industri kita masih mengandalkanimpordariTiongkok,’’ katanya.