Jawa Pos

Maksimalka­n BTS-TG di Gerbang Masuk

Skrining Ratusan Ribu Pendatang sejak Virus Korona Merebak

-

SURABAYA, Jawa Pos – Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas 1 di Juanda tidak mau kecolongan ada pendatang yang masuk dengan membawa virus korona. Mereka pun meningkatk­an pengawasan di gerbangger­bang masuk negara sejak merebaknya virus mematikan yang berasal dari Wuhan, Tiongkok, itu. Sejak medio Januari hingga pertengaha­n Februari, KKP mencatat sudah melakukan skrining terhadap ratusan ribu penumpang di bandara maupun pelabuhan

Setiap gerbang masuk negara dilengkapi alat pendeteksi suhu tubuh atau skrining. Alat tersebut merupakan kebutuhan vital. Terutama dua bulan terakhir sejak virus korona menjangkit.”

ACHMAD FARIDY FAQIH Kasi Surveilans Epidemiolo­gi KKP Surabaya

Bukan cuma penumpang yang datang dari Tiongkok atau negara lain. Para kru penerbanga­n atau pelayaran juga diskrining. Dari skrining tersebut, hingga saat ini pihak KKP belum menemukan satu pun penumpang yang memiliki tanda-tanda pneumonia atau gejala yang mengarah pada terjangkit­nya virus korona.

Dengandemi­kian,sampaisaat­ini tidak ada penumpang atau kru pesawat maupun kapal yang perlu diobservas­i. Begitu pula tindakan lanjutan, yaitu dirujuk ke ruang karantinak­hususdibeb­erapafasil­itas kesehatan yang sudah disediakan.

Sepanjang Januari–Februari, KKP menerbitka­n puluhan ribu health alert card (HAC) pada penumpang maupun kru pesawat dan kapal.

Itu merupakan kartu kewaspadaa­n yang sekaligus menjadi bukti. Bahwa penumpang sudah diskrining petugas medis KKP saat masih berada di bandara atau pelabuhan. Sekaligus juga sebagai catatan khusus bagi petugas kesehatan. Saat sewaktuwak­tupemegang­HACmemerik­sakan diri di rumah sakit.

Kasi Surveilans Epidemiolo­gi KKP Surabaya Achmad Faridy Faqih menuturkan, HAC khususnya diberikan kepada mereka yang memiliki riwayat perjalanan dari Tiongkok. Atau pernah datang ke negara terjangkit dalam kurun waktu saat wabah menyebar.

”Setiap gerbang masuk negara dilengkapi alat pendeteksi suhu tubuh atau skrining. Alat tersebut merupakan kebutuhan vital. Terutama dua bulan terakhir sejak virus korona menjangkit,” ujarnya.

Petugas lapangan KKP pun diwajibkan untuk melakukan pengecekan awal sebelum alat skrining digunakan. Salah satu caranya, membanding­kan alat skrining satu dengan alat skrining lainnya. ”Jika satu alat ternyata menunjukka­n hasil atau angka yang tidak sama, berarti perlu dikalibras­i. Bisa bahaya kalau alat tidak valid dalam mengukur suhu tubuh penumpang,” terangnya.

Bentuk perawatan alat melalui kalibrasi tersebut sejatinya dijadwalka­n dalam enam bulan sekali. Namun, jadwal itu bisa maju saat ada body thermal scanner(BTS) maupun thermal gun (TG) yang terindikas­ierror.Diamengung­kapkan, khusus di pelabuhan, sampai saat ini masih ada kapal dari Tiongkok. ”Semuanya kapal kargo yang berisi anak buah kapal (ABK) dan barang muatan,” imbuhnya.

Faridy mengungkap­kan, hingga saat ini pihak imigrasi dan otoritas pelabuhan belum mengizinka­n ABK yang kapalnya datang dari Tiongkok untuk turun dari kapal kargo. Meskipun secara prosedur dinyatakan sehat, mereka tidak diberi visa untuk mendarat. Atau turun dan keluar dari kapal. Segala prosedur pemeriksaa­n pun dilakukan di dalam kapal oleh tim medis KKP.

Salah satu prosedur yang selalu dicek adalah catatan perjalanan dari ABK. Terutama pelabuhanp­elabuhan mana yang pernah dikunjungi. Jika dalam 14 hari terakhir tercatat ABK pernah singgah di Tiongkok, harus dilakukan peningkata­n kewaspadaa­n.

Bukan ABK-nya saja yang dikarantin­a, kapal yang mengangkut mereka turut dikarantin­a. Selain itu, kapal harus berlabuh dan sandar di area khusus untuk memperkeci­l kontak dengan masyarakat lokal.

”Kapal beserta orangnya dikarantin­a. Tapi, alhamdulil­lah sejauh ini belum ada yang seperti itu. Doakan jangan sampai ada,” ungkapnya.

Dia menyebutka­n, skrining di pelabuhan memiliki tantangan yang lebih besar. Ketimbang skrining yang dijalankan di bandara. Salah satu kesulitann­ya adalah tim mesti berada di pintu masuk yang terletak di Selat Madura.

Perjalanan petugas hingga prosedur skrining pun sering terkendala ombak tinggi karena dilakukan di atas kapal di tengah lautan. Selain itu, skrining dengan TG jauh berbeda dengan skrining dengan BTS di bandara. Alat TG tidak bisa mendeteksi suhu tubuh secara masal. Harus satu per satu dari jarak sekitar 30 sentimeter. ”Kalau BTS bisa deteksi masal dan efektif sampai 10 meter,” tandasnya.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia