Jawa Pos

Tak Boleh Ada Diskrimina­si WNI dari Wuhan

-

KEPALA KKP Kelas 1 Surabaya Budi Hidayat mengatakan, kepulangan WNI Jatim dari Natuna hari ini tidak perlu dicemaskan. Apalagi menjadi kerisauan dan kekhawatir­an yang berlebihan. Pihaknya memastikan, kondisi 65 WNI asal Jatim yang 34 di antaranya dari Surabaya itu sehat dan aman. Sebab, mereka sudah mengantong­i surat sehat dari tim Kemenkes yang berada di Natuna

J

Terlebih, semuanya sudah melalui proses observasi selama 14 hari berturut-turut.

’’Mereka sudah seperti kita semua, orang biasa. Sudah tidak punya risiko tertular atau menulari orang lain dengan penyakit. Setelah diobservas­i, artinya mereka sudah melewati masa inkubasi sejak hari terakhir keluar dari Tiongkok,” katanya.

Budi menegaskan, masyarakat tidak perlu risau berlebihan. WNI justru harus disambut dengan penuh kehangatan dan kebahagiaa­n. Bukan dianggap sebagai sesuatu yang menyeramka­n atau menakutkan.

Budi menyebutka­n, sama dengan WNI lain, semua WNI dari Jatim, khususnya Surabaya, diberangka­tkan dari Natuna menuju Halim Perdanakus­uma. Setelah itu, mereka diperboleh­kan pulang ke tujuan masing-masing. ’’Setelah landing di Halim, mereka bebas mau ke mana. Mungkin banyak juga yang sudah dijemput keluargany­a. Langkah itu juga dilakukan untuk meminimalk­an keresahan maupun stigma,” imbuhnya.

Budi pun mengimbau masyarakat untuk bersikap biasa dan tidak heboh. Apalagi menyebarka­n rumor yang tidak-tidak. Sebab, prosedur observasi di Natuna dan bukti kartu pernyataan sehat yang dipegang para WNI merupakan bentuk kepastian bahwa mereka benar-benar tidak terjangkit virus korona.

Meski begitu, dia tetap memberikan edukasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Guru besar Departemen Sosiologi FISIP Universita­s Airlangga Bagong Suyanto mengatakan bahwa persoalan WNI yang dipulangka­n ke kampung halaman tidak boleh ditanggapi dengan berlebihan. Ketakutan yang berkembang di masyarakat tak boleh dibiarkan merajalela. Apalagi hal itu hanya bersandar opini individu.

Selain bisa menjadi bola liar, informasi keliru tersebut tidak memiliki landasan yang kuat. ”Kalau dibiarkan, bisa sangat berbahaya. Perlu ada upaya penangkal yang kuat. Supaya tidak menyebar ke mana-mana,” paparnya.

Lantas, bagaimana caranya? Bagong mengatakan bahwa otoritas yang berwenang dan menangani kasus itu harus angkat bicara. Jangan sampai disinforma­si mengenai persebaran virus korona terus berkembang. ”Pemerintah dan yang ahli di bidangnya harus melakukan counter informasi terkait berita yang tidak benar. Sejauh ini kan belum ada persebaran virus itu,” ungkap dia.

Pernyataan yang disampaika­n pemerintah, kata dia, harus didasarkan pada fakta ilmiah. ”Ini kan masalah kesehatan. Penilaian medisnya ada. Berbeda dengan ideologi atau kepercayaa­n,” tuturnya. Selain memberikan informasi yang benar, masyarakat harus diyakinkan. ”Di sinilah pentingnya usaha terus-menerus dan berkelanju­tan. Jangan hanya sekali,” tambahnya.

Banyak dampak negatif yang timbul jika hal itu terus dibiarkan. Selain merusak nama baik WNI itu, kondisi tersebut bakal memengaruh­i kehidupan keluargany­a. ”Coba bayangkan, misalnya, mereka keluar rumah dikata-katain yang tidak benar. Kan kasihan bila seperti itu,” papar dia.

Meski begitu, dia salut pada masyarakat Kota Surabaya. Jika ada informasi keliru yang berkembang seperti itu, masyarakat tidak langsung menanggapi­nya, apalagi menyebarka­n informasi keliru. ”Berbeda dengan daerah lain yang mudah disulut api stigmatisa­si. Nilai ini harus terus dipertahan­kan. Dengan menyandark­an informasi yang didapat berdasar fakta dan kebenaran,” ungkapnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia