Jujur Menjadi Kriteria Paling Utama
Calon Wali Kota yang Diinginkan Warga
SURABAYA, Jawa Pos – Sudah banyak nama yang muncul dalam bursa pemilihan wali kota (pilwali). Namun, belum diketahui sosok seperti apa yang diinginkan masyarakat sebagai penerus Wali Kota Tri Rismaharini. Stasiun televisi lokal JTV (Jawa
Pos Group) menggandeng Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk mencari tahu kriteria yang diinginkan warga Kota Pahlawan. Hasilnya, calon wali kota yang diinginkan adalah sosok yang jujur dan berkompeten.
Survei yang melibatkan 450 responden dengan margin of error 5 persen dan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen itu dilakukan di lima wilayah. Yakni, wilayah barat, timur, selatan, utara, dan tengah kota. Dari 450 responden, 30 persen berusia 19–29 tahun. Sisanya merupakan responden dengan usia 30–64 tahun. ”Kita mengacu pada data dari dispendukcapil,” ujar Kepala Pusat Studi Potensi Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat LPPM ITS Sutikno kemarin (14/2).
Ada 21 kriteria yang dimasukkan dalam variabel. Yang mendapat nilai tertinggi adalah kriteria pemimpin yang jujur. Nilainya 4,72. Selanjutnya, kriteria yang diinginkan masyarakat adalah yang mampu mengatasi masalah ekonomi, lingkungan, pendidikan, sosial, dan kesehatan. Masyarakat juga menginginkan wali kota yang tegas dan berani mengambil sikap.
Beberapa kriteria yang menyangkut latar belakang kandidat justru kurang mendapat perhatian. Nilainya di bawah 4. Bahkan, ada yang di bawah angka 3. Di antaranya, religius, ketokohan di tengah masyarakat, dari kalangan atau agama tertentu, dan gender. Dengan begitu, tidak menjadi soal ketika yang maju sebagai calon wali kota itu laki-laki atau perempuan.
Pakar statistika yang juga tenaga ahli tim survei pilkada ITS Agnes Tuti Rumiati menyimpulkan bahwa para responden tidak melihat latar belakang calon. Yang diutamakan adalah sosok pemimpin yang jujur. ”Artinya, itu berkaitan soal akhlak ya,” jelasnya.
Temuan tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil survei yang digelar Jawa Pos bareng Departemen Statistika ITS pada Agustus 2019.
Survei yang dilaksanakan pada 6–14 Februari 2020 juga menghasilkan tingkat permasalahan yang ada di tengah masyarakat. Baik di bidang infrastruktur dasar, ekonomi, kesehatan, pendidikan, maupun transportasi. Namun, menurut survei tersebut, tidak ada masalah yang dianggap berat. Responden rata-rata memberikan jawaban biasa, ringan, hingga sangat ringan.
Misalnya, permasalahan terkait bencana banjir. Dari skor 1–5, permasalahan terkait banjir mendapat nilai 3,43. Hal itu dikategorikan sebagai masalah yang biasa. ”Ini merupakan keberhasilan dari sebuah sistem. Yang menjadi tantangan adalah mempertahankan angka-angka itu,” kata Agnes. ”Kalau sampai (angkanya, Red) turun, berarti dianggap gagal,” imbuhnya.
Agnes mengakui, permasalahan yang dihadapi warga Kota Surabaya saat ini berbeda dengan sebelum era Risma dan Bambang D.H. Sebelumnya, permasalahan yang dihadapi warga lebih berat. Baik layanan pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi. ”Jadi, perubahan-perubahan yang ada sekarang bisa dirasakan masyarakat,” tuturnya.
Kepala Pusat Riset Pilkada JTV Machmud Suhermono mengatakan, survei tersebut bertujuan menangkap aspirasi publik terhadap sosok yang diinginkan masyarakat. Termasuk masalah yang dihadapi serta program yang diharapkan sebagai solusi.
Menurut Machmud, survei itu tidak hanya dilakukan di Surabaya. Ada lima daerah yang juga disurvei. Selain Surabaya, ada Kabupaten Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Kota Pasuruan. ”Sebab, di lima daerah itu, konstelasi politiknya cukup tinggi,” jelasnya.