Kenalkan Wayang Beber lewat Abunawas
SURABAYA, Jawa Pos – Jika umumnya wayang beber berdurasi dua jam, tidak dengan wayang beber kontemporer yang didalangi Tri Ganjar Wicaksono pada Kamis malam (13/2). Wayang beber lakon Suluk Abunawas Bertemu Khidir itu merupakan karyanya yang dibuat pada 2016 dengan durasi sekitar 15 menit.
Ganjar menjelaskan bahwa cerita yang dibawakan sebenarnya adaptasi dari cerita Panji. ’’Tapi di sini Panji disamarkan jadi Paidina Ali dan Gunung Sari disamarkan jadi Abunawas,’’ jelasnya sebelum memulai cerita. Sambil membuka lembaran wayang beber, Ganjar pun memulai pertunjukannya yang diadakan di C2O Library & Collabtive. ’’Kita mulai dengan bahasa Jawa, ya. Soalnya kalau nggak gitu, nggak afdal,’’ ujarnya, lantas memulai ceritanya. Dalam kisah tersebut, dia menceritakan bagaimana Abunawas bertemu Khidir. Namun, Abunawas baru bertemu Khidir di akhir cerita yang malah dalam wayang beber tersebut hanya terlihat kanvas yang kosong tidak bergambar. Namun, dalam kanvas kosong itu, Ganjar malah lebih banyak bercerita bagaimana inti dari kisahnya itu.
’’Di sini kosong sebenarnya bukan karena saya malas menggambar. Tapi Khidir ini sebenarnya adalah Nabi Khidir. Saya nggak pernah tahu wajahnya seperti apa. Jadi, saya nggak bisa menggambarkannya,’’ ungkapnya dalam sesi diskusi. Ya, dalam pergelaran wayang beber malam itu, pria asal Malang tersebut tidak hanya membawakan ceritanya. Tetapi juga mengajak para penikmat seni yang hadir untuk saling berdiskusi.
Dalam sesi diskusi, banyak yang penasaran soal wayang beber yang memang jarang sekali dipentaskan. Ganjar pun menjelaskan bahwa wayang beber sekarang memang hanya ada di tiga tempat di Indonesia. Yakni, Pacitan, Wonosari, dan Bali. Secara pertunjukan, menurut dia, wayang beber adalah jenis pertunjukan wayang yang paling menantang dibanding yang lain.
’’Kalau wayang yang lain, mereka sudah ter-rolling dengan bentuk wayangnya yang bagus. Itu saja sudah menarik. Tapi, kalau wayang beber, memang kekuatan mendongengnya harus kuat,’’ tambahnya. Terlebih, wayang beber bisa dikatakan sebagai leluhur dari wayang-wayang yang sudah ada. ’’Soalnya, wayang beber jadi salah satu wayang tertua juga,’’ lanjutnya.
Ganjar yang mengatakan sudah mencintai wayang sejak usia 3 tahun pun ingin sekali bisa melestarikan kesenian tersebut. Bahkan, pada 20162017, dia pernah membuat gerakan pentas wayang beber setiap hari. Pentasnya pun bisa di mana saja. ’’Tapi, waktu itu gerakannya cuma dibuat di Pacitan,’’ paparnya. Dengan adanya pentas silaturahmi tersebut, Ganjar berharap wayang beber bisa lebih sering dipentaskan di wilayah-wilayah di Indonesia.