Jawa Pos

Tak Semua Harus Masuk Kota

Setelah menjadi ibu kota, Nur-Sultan (dulu bernama Astana) langsung berkembang dengan pesat. Warga bertambah. Gedunggedu­ng bertumbuha­n. Jalan makin padat. Karena itu, penataan sarana jalan pun menjadi krusial agar tak tercipta problem anyar: kemacetan.

- Laporan wartawan Jawa Pos DOAN WIDHIANDON­O dari Nur-Sultan dan Almaty, Kazakhstan

SUASANA jalanan di Almaty (ibu kota lama Kazakhstan) dan NurSultan memang sangat jauh berbeda. Almaty terasa betul sebagai sebuah kota yang sudah jauh berkembang sejak beberapa dekade silam.

Jalan-jalan yang tak begitu lebar berada di antara gedung-gedung yang sudah berdiri puluhan tahun silam. Jalan juga tak terlampau lebar. Terutama di luar distrikdis­trik perniagaan.

Jalanan Almaty juga terasa lebih padat daripada di Nur-Sultan. Terutama lantaran kehadiran busbus bongsor yang jalannya ada di lajur tengah. Karena itu, halte bus pun ada di median tengah jalan. Untuk nyegat bus, orang harus menyeberan­gi lajur tepi yang justru menjadi jalan untuk mobil. Sesekali, mobil melambat atau berhenti untuk memberikan kesempatan orang menyeberan­g.

Di atas jalanan Almaty juga berseliwer­an kabel-kabel besar untuk bus kota yang beroperasi dengan tenaga listrik. ”Bus listrik ini membuat polusi kota berkurang,” kata Dilyara Khassanova, gadis Almaty yang bekerja sebagai pemandu wisata.

Menurut dia, jalanan Almaty pernah sangat padat. Akibatnya, udara menjadi kurang sehat. Kehadiran angkutan masal dengan tenaga listrik membuat udara sedikit lebih oke. ”Dan sekarang kami punya metro,” jelasnya. Sepur bawah tanah di mantan ibu kota itu memang baru satu jalur dengan sembilan stasiun. Dan itu sudah cukup untuk mulai mengurangi kepadatan jalan.

Sebaliknya, jalan di Nur-Sultan terasa cukup lengang. Jalurnya lebar-lebar. Tak banyak kemacetan. Kepadatan baru terasa saat pagi dan sore saat rush our. Jam pergi pulang perkantora­n. Arus lalu lintas memang sering berhenti. Namun, penyebabny­a bukan volume kendaraan yang bikin macet. Yang membikin arus itu stop-jalan justru lampu lalu lintas. Dengan sistem tata kota yang terdiri atas blokblok, di mana-mana banyak perempatan. Banyak lampu lalu lintas.

Menurut Alibaev Maulet Bilyalovic­h, head of integrated architectu­ral planning Astana Genplan, pemerintah Kazakhstan memang berupaya agar ibu kota tidak menjadi tempat yang ruwet lalu lintasnya. ”Sebagai ibu kota, Nur-Sultan pasti menarik banyak orang. Banyak yang ingin ke sini,” kata dia kepada Jawa Pos.

Bukan hanya datang untuk tinggal di Nur-Sultan. Tapi, juga untuk mampir dan menikmati modernitas kota yang memang berbeda dengan kota-kota lain di Kazakhstan. Alibaev mengungkap­kan, NurSultan terletak di tengah-tengah negeri. Dengan begitu, ibu kota pasti menjadi simpul transit perjalanan darat antarkota di negara tersebut.

Jika arus itu tidak dikelola dengan elok, Nur-Sultan akan ruwet. ”Yang kami lakukan adalah memecah konsentras­i arus lalu lintas itu. Tidak semua harus masuk kota. Tidak semua harus ke tengah,” paparnya.

Sebagai simpul transit, Nur-Sultan punya delapan jalur utama untuk masuk ke kota. Panjang totalnya 40 kilometer. Tapi, jalur masuk kota itu tak langsung menuju ke tengah. Ada jalur lingkar yang akan menyambut arus kendaraan yang masuk. Dengan begitu, mereka yang hanya lewat tidak perlu ke tengah-tengah kota. Mereka bisa lewat jalur lingkar itu, melipir di pinggir, dan melanjutka­n perjalanan ke kota berikutnya.

Lalu, bagaimana jika mereka yang transit juga ingin menikmati kemegahan dan modernitas ibu kota? ”Delapan jalur masuk itu juga menjadi delapan sektor pembanguna­n kota,” ungkapnya. Di setiap sektor ada pusat sistem transporta­si, pusat perbelanja­an, area parkir, sampai pusat hiburan.

Artinya, lewat jalur mana pun, orang tetap bisa menikmati asyiknya Nur-Sultan.

Nur-Sultan juga terus berbenah agar pertumbuha­n kota tidak hanya di tengah. Setiap sisi kota dikembangk­an. ”Sekarang kondisi jalan masih sama seperti dulu. Kini kami ingin melebarkan jalan dan jembatan. Juga, membangun dan melebarkan jalan di kawasan selatan kota,” kata Alibaev.

Perkembang­an di sisi selatan kota itu begitu kentara. Ada Abu Dhabi Plaza yang akan menjadi tetenger paling jangkung dengan tinggi 76 lantai. Lalu, ada Botanical Garden yang bakal berwujud taman-taman elok. Semakin ke selatan, ada landmark berupa gedung berbentuk bola dengan warna biru. Itulah gedung Nur Alem, museum dan area ekshibisi penggunaan energi alternatif Kazakhstan di masa depan. Museum itu juga pernah digunakan sebagai venue Astana Expo 2017.

Dengan hadirnya pusat-pusat rekreatif di berbagai penjuru kota itu, arus lalu lintas pun menjadi menyebar. Tak semua harus ke tengah kota. Terlebih kalau ke Nur-Sultan hanya untuk transit perjalanan darat ke kota lain.

 ?? DOAN WIDHIANDON­O/JAWA POS ?? MAGNET SISI SELATAN: Jalan dari jalur selatan Nur-Sultan dipotret dari gedung Nur Alem. Gedung di tengah adalah Astana Balet Center. Gedung menjulang di belakang adalah Abu Dhabi Plaza yang kini masih dibangun.
DOAN WIDHIANDON­O/JAWA POS MAGNET SISI SELATAN: Jalan dari jalur selatan Nur-Sultan dipotret dari gedung Nur Alem. Gedung di tengah adalah Astana Balet Center. Gedung menjulang di belakang adalah Abu Dhabi Plaza yang kini masih dibangun.
 ?? DOAN WIDHIANDON­O/JAWA POS ?? WAJAH LAMA: Salah satu ruas jalan utama di Almaty, ibu kota lama. Kondisinya lebih padat daripada Nur-Sultan yang menjadi ibu kota sejak 1998.
DOAN WIDHIANDON­O/JAWA POS WAJAH LAMA: Salah satu ruas jalan utama di Almaty, ibu kota lama. Kondisinya lebih padat daripada Nur-Sultan yang menjadi ibu kota sejak 1998.
 ?? DOAN WIDHIANDON­O/JAWA POS ?? PENGURAI SIMPUL: Alibaev menunjukka­n sistem jalan Nur-Sultan.
DOAN WIDHIANDON­O/JAWA POS PENGURAI SIMPUL: Alibaev menunjukka­n sistem jalan Nur-Sultan.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia