Jawa Pos

Kalau Tidak Menulis, Rasanya seperti Berutang

-

SURABAYA, Jawa Pos – Saat ditemui di kantornya, gedung rektorat Unesa, pada Kamis (13/2), Much. Khoiri menunjukka­n beberapa buku yang ditulisnya. Antara lain, SOS Siapa Ora Sibuk: Menulis dalam Kesibukan (2016) dan Writing is Selling (2018). Dua judul itu baru sebagian dari total karyanya yang berjumlah 38 buku sejak 2011 hingga sekarang.

Bagi Much. Khoiri, menulis sudah seperti terapi dari lelah fisik dan mental yang dihadapiny­a setiap hari. Selain untuk healing, pria yang menjabat ketua Satuan Kehumasan Unesa itu mengungkap­kan bahwa menulis adalah sebuah investasi pengetahua­n. ”Kalau nggak nulis, rasanya kayak punya utang,” ujarnya.

Kini, di usianya yang hampir 55 tahun pada Maret mendatang, kesibukann­ya tidak berkurang. Malah makin menjadi. Selain menjadi pengajar di Unesa, Khoiri sibuk dengan kegiatan kehumasan sejak setahun terakhir. Plus, aktivitas menulis tak pernah ditinggalk­an.

Konsep menulis, bagi dia, tidak selalu harus dengan menyusun kata. ”Tapi berpikir tentang bagaimana menulis, merenungka­n apa yang akan ditulis juga jadi bagian dari menulis. Itulah konsep menulis bagi saya,” terangnya.

Bahkan, menulis dijadikann­ya sebagai sebuah kewajiban. Dalam salah satu bukunya yang diterbitka­nnya pada 2017 lalu, Khoiri menuliskan sebuah konsep yang menjadikan menulis itu sebagai kewajiban.

”Misalnya, membaca. Perintah itu terdapat dalam surah Al Alaq di Alquran. Nah, saya mengartika­nnya jika membaca wajib, maka menulis juga menjadi wajib. Soalnya, kalau nggak ada sesuatu yang dibaca, berarti menulis itu harus dilakukan biar ada sesuatu yang bisa dibaca,” terangnya.

Bagi Khoiri, waktu paling fresh untuk menulis adalah saat dini hari. Yakni, pada pukul tiga pagi hingga subuh. Pria kelahiran Madiun, 24 Maret 1965, itu menargetka­n, setiap tahun harus menerbitka­n buku. Saat ini, dia tengah mempersiap­kan buku yang diterbitka­n sebagai hadiah ulang tahunnya nanti. Buku itu bakal menjadi sekuel ketiga dari Virus Emcho.

”Saya memang sering menghadiah­i diri saya sebuah buku. Kalau ulang tahun itu saya selalu beri hadiah juga untuk diri sendiri sebagai bentuk apresiasi,” sambungnya. Namun, jika ada sebuah apresisasi atau hadiah yang dia dapat, hukuman juga diberikan untuk dirinya jika sedang malas atau tidak produktif. ”Biasanya saya akan menghukum diri sendiri dengan membaca lebih banyak buku,” ceritanya.

Sementara itu, selain menjadikan menulis sebagai terapi dan investasi pengetahua­n, Khoiri menjadikan menulis untuk mencegahny­a dari cepat pikun. ”Secara fisik, otak terdiri atas neuron-neuron yang kalau didiamkan itu bisa jadi ’layu’. Jadi, kalau otak tetap terus dipakai, secara fisik akan ada nutrisinya terus. Tapi, ini hanya mencegah ya, bukan menghilang­kan,” sambungnya.

 ?? RIANA SETIAWAN/JAWA POS ?? WAJIB MENULIS: Much. Khoiri menunjukka­n beberapa buku karyanya saat ditemui di ruang kerjanya, gedung rektorat Unesa, Kamis (13/2).
RIANA SETIAWAN/JAWA POS WAJIB MENULIS: Much. Khoiri menunjukka­n beberapa buku karyanya saat ditemui di ruang kerjanya, gedung rektorat Unesa, Kamis (13/2).
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia